Jumat, 22 Oktober 2010

Proposal Tesis 1


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
        Isu mengenai pendidikan semakin gencar dibicarakan akhir-akhir ini. Kenyataan tersebut adalah sebuah bentuk evaluasi yang sangat substansif tentang penyebab krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia.
        Permasalahan yang timbul sekarang sangat dimungkinkan akibat kesalahan yang lalu.Pernyataan ini bukan untuk menyederhanakan permasalahan yang kemudiaan diakhiri dengan pencarian kambing hitam, tetapi pernyataan ini adalah sebuah evaluasi yang nantinya diharapkan bisa menjadi pijakan untuk membangun sebuah sistem yang lebih baik., Salah satu kesalahan yang dilakukan pada masa lampau yang mengakibatkan krisis, adalah pengkerdilan dan pemangkasan arti pendidikan.Pendidikan, sebagaimana yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang bertujuan untuk mencerdaskan bangsa, dalam impentasinya sudah mengalami penyelewengan yang sangat siknifikan. Pendidikan pada saat itu berarti penyeragaman sehingga berbeda berarti kesalahan dan harus segera diakhiri.Pendidikan juga mengalami penyempitan arti, dengan melibatkan unsur politik kelompok yang tengah berkuasa dengan mengkontaminasi kurikulum sehingga pendidikan adalah sebuah alat untuk melanggengkan kekuasaanya.
        Pendidikan adalah sebuah usaha pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk manusia yang bebas merdeka[1] . Pemikir islam dari Iran, Ali Syari’ati mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia-manusia yang tercerahkan. Dalam konteks ini manusia yang tercerahkan adalah manusia yang selain berkapasitas intelektual yang tinggi, juga mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Ini berarti bahwa pendidikan mempunyai arti penting dalam membentuk wacana dan budaya masyarakat.
        Peningkatan mutu pendidikan dewasa ini merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan terutama oleh keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas pula. Pengalaman pembangunan di Negara-negara Asia seperti Jepang dan Taiwan merupakan bukti yang sangat meyakinkan tentang sumber daya manusia dalam konteks pembangunan.
        Pembangunan Nasional dibidang pendidikan adalah upaya demi mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya.
        Pendidikan Nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotic dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial. Kesadaran pada sejarah bangsa, dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi pada masa depan. Iklim belajar mengajar harus mampu menumbuhkan rasa percata diri, dan budaya belajar di kalangan masyarakat perlu dikembangkan agar tumbuh sikap dan perilaku kreatif, inovatif, dan berkeinginan untuk maju.
        Sejalan dengan tujuan pendidkan nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan empat strategi dasar kebijakan pembangunan sektor pendidikan dan kebudayaan meliputi :
1.     peningkatan pemerataan dan perluasan desempatan belajar dalam rangka pelaksanaan Gerakan Wajib Belajar 9 tahun
2.     peningkatan mutu proses dan hasil pendidikan
3.     peningkatan relevasi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan dan kebutuhan peserta didik, dan
4.     peningkatan efisiensi dan efektifitas pengelolaan pendidikan
              Namun, strategi tersebut nampaknya Belem semuanya terealisir. Hal tersebut nampak pada masa rendahnya tingkat kedisiplinan guru sebagai penegak pendidikan di sekolah. Dan kurangnya dana pemerintah terhadap pendidikan untuk masyarakat yang ditandai dengan sedikitnya anggaran yang dialokasikan pemerintah terhadap pendidikan.
Pembahasan dalam konteks ini lebih terfokus pada determinan disiplin kerja guru sebagai salah satu penegakkan disiplin pegawai melalui jaminan hukum yaitu Peraturan Pemerintah no.30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil melalui pengawasan melekat maupun keteladanan pimpinan.     
              Meskipun demikian dalam kenyataannya bahwa masih banyak bentuk penyelewengan atau pelanggaran disiplin yang terjadi. Pada umumnya pelanggaran disiplin yang terjadi berhubungan dengan tidak masuk kerja, sering meninggalkan kantor pada jam kerja untuk kepentingan pribadi, maupun pulang kantor sebelum jam  kerja usai.
              Disiplin juga dipengaruhi oleh hubungan kerja yang baik dengan sesama pegawai sehingga setiap pegawai akan merasa senang dan tenang dalam melaksanakan tugas di kantor. Untuk dapat menjalankan tugas dengan baik diperlukan pegawai yang mempunyai jiwa pengabdian dan disiplin yang tinggi. Disiplin pegawai akan dapat dicapai melalui adanya jaminan hukum berupa undang-undang dan peraturan, adanya kerja sama yang baik, serta kemampuan pimpinan untuk memberikan motivasi terhadap bawahannya.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi disiplin seseorang dalam melaksanakan pekerjaanya adalah motivasi pegawai itu sendiri. Menurut Maslow (Robbins, 1992 :  46) menyatakan bahwa seseorang akan melaksanakan pekerjaanya dengan baik jika kebutuhan fisik dan kebutuhan nonfisik telah dapat terpenuhi[2].
              Untuk meningkatkan pengetahuan siswa agar dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dalam hal ini adalah Sekolah Menengah Tingkat Pertama, upaya tersebut harus diimbangi dengan pengelolaan proses belajar mengajar yang baik, dukungan pelayanan administrasi yang baik dan memadai, serta rasa tanggung jawab dari semua pihak yang terkait dalam pendidikan di Sekolah Dasar.
              Pengurus Komite Sekolah harus dilibatkan dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program nonakademis agar mengetahui dan menyadari betapa penting peran dan partissipasi orang tua dalam usaha pengembangan sekolah demi peningkatan kualitas pendidikan.
              Dengan menyadari hal ini, Pengurus Komite Sekolah akan meningkatkan aktivitasnya dalam berkomunikasi dengan sekolah dan orang tua siswa untuk memonitor pelaksanaan program dan penyempurnaan program sesuai dengan tuntutan perkembangan kemajuan dibidang pendidikan, serta menggali dana sumbangan dari orang tua siswa guna merealisir program-program yang telah disepakati bersama.
              Peranan guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan sangat dominan. Guru harus mampu menyusun dan menyajikan program dengan baik , serta mampu membangkitkan motivasi siswa untuk rajin belajar dengan tertib, teratur dan terarah. Guru sepantasnya diberi pelayanan yang baik, dan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalitasnya. Terselenggaranya proses pelajaran yang baik, tertib, dan lancar memerlukan tenaga mangkin administrasi yang mampu melaksanakan tugas dengan baik, disiplin dan bertanggung jawab. Tenaga administrasi dan tenaga yang lain perlu diperhatikan agar motivasi pekerjaanya makin meningkat, sehingga mampu memberi pelayanan administrasi yang baik.
              Untuk terlaksananya proses belajar mengajar dan pelayanan administrasi yang baik diperlukan figur kepala sekolah yang beribawa, jujur, antusias, memiliki pengetahuan yang luas, dan berwawasan kedepan. Kepemimpinan kepala sekolah yang baik dalam melaksanakan proses belajar mengajar, sehingga akan menghasilkan hasil belajar siswa seperti yang diharapkan.
              Kepemimpinan kepala sekolah yang baik juga dapat meningkatkan kepercayaan orang tua dan masyarakat, yang pada giliranya dapat meningkatkan partisipasinya terhadap usaha pengembangan sekolah, baik yang berupa pembangunan sarana penunjang, pembangunan lingkungan yang bersih dan rindang, maupun kelengkapan alat-alat yang dibutuhkan.
              Tuntutan globalisasi dan semangkin majunya teknologi pedidikan,serta semakin tingginya tingkat persaingan lulusan sekolah dasar untuk meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi terutama ke sekolah-sekolah favorit, ditambah lagi dengan adanya ”Branch Image” dari masyarakat bahwa Yogyakarta sebagai kota pelajar, menuntut kepada para pengajar untuk bekerja secara lebih profesional dengan berlandaskan kepada disiplin kerja yang tinggi.
              Untuk mendisiplinkan guru diperlukan sosok seorang pemimpin (Kepala sekolah) yang baik.Kepala Sekolah tidak saja dituntut menguasai bidangnya (professional knowledge) namun yang lebih penting yaitu perlu mempunyai ’karakter’ yang unggul. Karakter (’carataker’) unggul merupakan perwujudan adanya keharmonisan antara pikiran (thought), kata (words). Dan perbuatan (deads). Untuk itu seorang kepala sekolah yang baik bukan hanya mengandalkan kekuatan pikiran dan kata-kata saja, tapi yang lebih penting adalah melakukan tindakan yang nyata tentang segala sesuatu yang dipikirkan dan diucapkannya.Selain itu kepala sekolah juga harus pandai mengkomunikasikan apa yang diinginkan seorang kepala sekolah perlu mendapat dukungan seluruh anggota organisasi dalam hal ini adalah guru.Pada sisi komunikasi, yang lebih penting adalah kemampuan untuk mendengarkan (listenning skill), selain kemampuan untuk membaca (reading skill), dan kemampuan untuk menuliskan (writing skill). Kemampuan mengespresikan secara lisan.bukan hanya masalah bagaimana mempermainkan atau memperindah kata-kata, tetapi yang lebih penting justru bagaimana dengan kata-kata, pikiran, dan perbuatan ada dalam keharmonisan.
              Sangatlah beralasan, apabila akan mendisiplinkan seorang guru disekolah, maka perencanaan dan implementasi suksesi kepemimpinan kepala sekolah harus mendapat porsi dari seluruh aset sumber daya manusia yang ada disekolah.Kegagalan seorang kepala sekolah dalam menggerakkan sumber daya manusia yang ada disekolah, tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan kegagalan di semua lini daalam mencapai tujuan yang diharapkan.
              Menurut  Miller (1987:123), keberhasilan suatu organisasi dapat  menciptakan kesatuan (integral diantara orang-orang dalam organisasi, dan antara organisasi dengan para anggotanya). Semangat kesatuan, keserasian tujuan, kepentingan bersama, dan tindakan akan merupakan ciri khas organisasi yang sangat berhasil[3]. Orang atau individu akan merasa bahwa organisasi atau lembaga tersebut memilikinya, dan dia adalah bagian yang saling tergantung dari keseluruhan, dan menciptakan rasa kepentingan timbal balik yang mangkin meningkat antar setiap anggota organisasi.
              Semangat dan kesadaran para anggota di dalam mencapai tujuan bersama, bergantung pada tingkat kedisiplinan anggota didalam menegakkan aturan dan ketentuan yang telah disepakati bersama.Kedisiplinan ini bisa ditegakkan bergantung pada beberapa faktor, baik faktor yang berasal dari luar anggota, maupun faktor yang berasal dari dalam diri aanggota itu sendiri.
              Semangat dan kesadaran para anggota didalam mencapai tujuan bersama, bergantung pada tingkat kedisiplinan anggota didalam menegakkan aturan dan ketentuan yang telah disepakati bersama. Kedisiplinan ini bisa ditegakkan bergantung pada beberapa faktor yang berasal dari luar anggota, maupun faktor yang berasal dari dalam diri anggota itu sendiri.
              Faktor yang berasal dari luar anggota, antara lain adalah kepemimpinan kepala sekolah, dan kompensasi. Sedangkan salah satu faktor yang berasal dari dalam anggota, adalah adanya motivasi berprestasi, dan kompensasi akan berpengaruh terhadap kedisiplinan para gurunya.
              Demikian pula dengan mengetahui tingkat motivasi diri untuk berprestasi akan diketahui pula sejauh mana motivasi ini akan mempengaruhi tingkat kedisiplinannya para guru sekolah dasar, serta bagaimana kompensasi yang diterima oleh guru dari kepala sekolah akan berpengaruh terhadap kedisiplinannya sebagai guru.
              Hal ini penting untuk diteliti, sebagai bahan penentuan kebijakan, baik bagi para kepala sekolah, para guru, maupun para penentu kebijakan lain(Kepala Dinas, Kepala Bidang Pendidikan TK-SD, maupun Kepala Cabang Dinas di kecamatan), khususnya dalam rangka upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar. Sebab kedisiplinan guru sedikit banyak akan berpengaruh terhadap mutu sekolah tersebut.

B.   Identifikasi Masalah
              Dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kedisiplinan guru.
              Adapun faktor yang dapat mempengaruhi kedisiplinan guru
  1. Kesejahtraan guru

Dengan kesejahtraan yang cukup (gaji maupun pendapatan yang lain), maka guru akan berkonsentrasi terhadap tugas dan tanggungjawabnya dengan penuh disiplin.
  1. Kesadaran bahwa guru adalah abdi negara dan abdi masyarakat

Sebagai pegawai negeri yang digaji oleh negara, maka guru akan mengabadikan dirinya dengan penuh disiplin kepada negara dan masyarakat.
  1. Pendidikan, pemahaman, dan pengalaman guru

Makin tinggi tingkat pendidikan, pemahaman, dan pengalaman sebagai guru, maka para guru akan menjalankan tugas dan kewajibanya dengan penuh disiplin
  1. Lingkungan dan susunan kerja

Dengan lingkungan dan susunan kerja yang menyenangkan, guru akan merasa betah untuk melaksanakan tugasnya, dengan merasa betah, maka kedisiplinan kerja akan lebih mudah tumbuh
  1. Kepemimpinan kepala sekolah

Kepala sekolah adalah sosok panutan yang mampu mendorong timbulnya kemauan yang kuat, membimbing, mengarahkan, memberi kepercayaan, dan keyakinan para guru. Sehingga, kedisiplinan bisa tumbuh bukan karena terpaksa, namun karena kesadaran
  1. Motivasi berprestasi dari para guru

Untuk memenuhi keinginannya untuk berprestasi, guru dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin. Dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi, maka diharapkan akan mampu meraih prestasi yang hendak dicapai
  1. Kompensasi berupa penghargaan (rewad) maupun sanksi/hukuman (punishment).

Dengan adanya penghargaan (rewad) dari kepala sekolah guru yang disiplin, ataupun sanksi/hukuman (punishment) yang dijatuhkan oleh kepala sekolah terhadap para guru yang melanggar aturan, akan menumbuhkan semangat guru untuk menjunjung tinggi kedisiplinan.





C.   Pembatasan Masalah
              Dari latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut, maka pada penelitian ini hanya akan membatasi masalah yang berfokus pada masalah kepemimpinan kepala sekolah ditinjau dari persepsi guru, motivasi berprestasi dari para guru, dan kompensasi yang diterima dari kepala sekolah. Pengaruhnya terhadap kedisiplinan para guru dalam menjalankan tugas dan kewajibanya.Pembatasan masalah tersebut dilandasi oleh beberapa pemikiran, antara lain :
1.    menyangkut masalah kesejahtraan guru (pemberian gaji maupun pendapatan lain) dari para guru, besar adalah relatif sama dan sudah terstruktur, sesuai dengan ketentuan dan aturan yang sudah ada
2.    Kesadaran yang dimiliki oleh para guru bahwa dirinya adalah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, sudah cukup tinggi. Wajar apabila guru senantiasa berupaya untuk meningkatkan kedisiplinan dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
3.    Dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, pemahaman, dan pengalaman guru di wilayah penelitian juga hampir merata, meskipun karakteristik usianya berbeda. Hal ini dikarenakan sudah semakin tingginya tingkat kesadaran guru untuk melanjutkan studi, dan adanya dukungan yang baik dari instansi dengan memberikan kemudahan bagi para guru yang sekolah untuk melanjutkan studi.
4.    Berdasarkan kondisi lingkungan dan suasana kerja, baik lingkungan fisik maupun nonfisik, juga hampir sama, karena objek yang diteliti adalah sekolah dasar negeri yang difasilitasi pemerintah. Meskipun terdapat beberapa perbedaan, namun perbedaan tersebut tidak terlalu siknifikan antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain.

              Berdasarkan pemikiran itulah, maka penelitian ini membatasi diri pada tiga masalah pokok sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kedisiplinan guru sekolah dasar, yakni faktor kepemimpinan, motivasi,dan kompensasi.

D.   Rumusan Masalah
        Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut.
1.    Apakah ada pengaruh  dari kepimpinan kepala sekolah terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar?
2.    Apakah ada pengaruh dari motivasi berprestasi terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar?
3.    Apakah ada pengaruh dari kompensasi terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar?
4.    Apakah ada pengaruh darikepemimpinan kepala sekolah.motifasi berprestasi, dan kompensasi terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar?
5.    Apakah kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh paling dominan terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar?

E.   Tujuan Penelitian
           Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui :
1.    apakah kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar;
2.    Apakah motivasi berprestasi berpengaruh terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar;
3.    apakah kompensasi berpengaruh terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar;
4.    Apakah kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi, dan kompensasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar;
5.    Apakah kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh paling dominan terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar       
      
F.    Manfaat Penelitian
           Manfaat dari hasil penelitian ini, adalah.
  1. Manfaat teoritis;

Bagi pengembangan ilmu, sebagai sumber pemikiran bagi para ilmuwan dalam mengembangkan ilmu, khususnya ilmu tentang manajemen.
  1. Manfaat praktis

a.    bagi para guru, sebagai landasan untuk menentukan langkah penyempurnaan diri, dalam rangka membantu kepala sekolah mengelola pendidikan dasar.
b.    Bagi para kepala sekolah, sebagai pedoman untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang akan dipergunakan diunit kerjanya dalam rangka mengoptimalkan fungsi, peran, tugas, dan tanggung jawab para guru; dan
c.    Bagi para penentu kebijakan (Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Bidang Pendidikan TK-SD, Kepala Cabang di kecamatan)dapat dipergunakan sebagai acuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar.










BAB II
ACUAN TEORITIK

A.   Kajian Teoritik
1.    Kepemimpinan
a.    Pengertian Kepemimpinan
           Menurut Maryoto (1998; 166), kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi oang-orang agar mau bekerja sama[4]. Kepemimpinan adalah bagian penting dari manajemen yang merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain, agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran (Hani Handoko, 1993;294)[5]
           Kepemimpinan didefinisikan secara luas sebagai proses-proses mempengaruhi, yang mempengaruhi interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa bagi para pengikut, pilihan dari sasaran-sasaran bagi kelompok atau organisasi, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas kerja untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut[6] (Yukl, 1989;3). Leadership atau kepemimpinan merupakan bagian dari karakteristik individu. Sedangkan pemimpin adalah individu yang dapat membangun suatu visi dari perasaan bersama dalam suatu organisasi atau orang-orang yang dipimpinya[7].(Lowe dan Lewis,1994;47).
           Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kegiatan kelompok yang terorganisasikan dalam usaha menentukan tujuan dan mencapainya.Sedangkan dalam rumusan lain, kepemimpinan diartikan sebagai : Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain berbuat sesuai dengan kehendakorang itu, meskipun pihak lain itu tidak menghendakinya (BP7).
         Kepemimpinan merupakan suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerjasama menuju kepada suatu tujuantertentu yang mereka inginkan bersama[8]. (Hadari Nawawi,2003;20).
          Sedangkan menurut Fuchrudi (1984;7) kepemimpinan berarti kemampun dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menunut, menggunakan, dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian sesuatu usaha atau tujuan-tujuan tertentu[9].
           Selanjutnya, M.As’ad (1986;2-3) merangkum pendapat para pakar manajemen tentang arti kepemimpinan[10], sebagai berikut :
a.     Koontz and Cyrill O' Dannel
Kepemimpinan adalah suatu senii atau proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mereka mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompok.
b.    Terry
Kepemimpinan adalah kegiataan untuk mempengaruhi orang-orang agar supaya bekerja dengan iklas untuk mencapai tujuan bersama.
c.    Fiedler
Kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap sekelompok orang, agar bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan.
d.    Stogdill
Kepemimpinan merupakan suatu proses atau tindakan untuk mempengaruhi orang, aktivitas suatu kelompok organisasi dalam usahanya untuk mempunyai tujuan yang telah ditetapkan.
e.     Cribbin
Kepemimpinan merupakan kemampuan memperoleh konsesus dalam kaitan pada sasaran bersama melampaui syarat-syarat yang dicapai dengan pengalan, sumbanga, dan kepuasan dipihak kelompok kerja.
f.      Darwis
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengajar orang lain memcapai tujuan yang sudah ditentukan dengan penuh semangat.
g.     Wexley dan Yulk
Kepemimpinan mengandung arti mempengaruhi orang untuk lebih berusaha mengerahkan tenaga dalam tugasnya atau mengubah tingkah laku mereka.

Selanjutnya, dari berbagai pendapat mengenai kepemimpinan.disarikan oleh Sutarto (1995:23-24)[11] menjadi :
a.      aktivitas mempengaruhi (Teand)
b.      kemampuan mengajar (Ronter, dan Devis)
c.      kemampuan mengarahkan (Reuter)
d.      kemampuan menciptakan (Freeman dan Taylor)
e.      proses mempengaruhi (Stogdill, Tosi,Scoot,Chung, Megginson,    Sharma, Hersey, Blanchard, Hallander)
f.       usaha mengarahkan (Haiman)
g.      menggunakan wewenang dan membuat keputusan (Dubin)
h.     awal dari tindakan (Hemphill)
i.       mengarahkan (Hemphill dan Coons)
j.       kemampuan membuat orang bertindak (Moore)
k.      hubungan kekuasaan (Janda)
l.       kemampuan meyakinkan (Black)
m.    saling mempengaruhi antar pribadi (Tannenbaum, Irving, dan Fred)
Dari beberapa pendapat tentang definisi kepemimpinan di atas, penulis cenderung pada pendapat yang dikemukakan oleh Kusmintardjo (1998:13), yaitu kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakan orang-orang lain agar mereka mau berbuat sesuatu dengan rasa tanggung jawab untuk tercapainya tujuan yang ditetapkan. Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakan orang lain untuk berbuat sesuatu, nampak dalam proses membimbing yang terjadi dalam hubungan antar manusia dengan manusia lain, baik antara satu individu dengan individu lain maupun individu dengan kelompok[12].
Definisi mengenai kepemimpinan tersebut di atas mencerminkan bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah organisasi atau kelompok. Definisi-definisi tersebut berbeda didalam berbagai aspek, terutama siapa yang menggunakan pengaruh, dan sasaran yang ingin diperoleh dari pengaruh tersebut.Salah satu pandangan menyatakan bahwa semua kelompok mempunyai spesialisasi peran, yang di dalamnya termasuk khusus kepemimpinan. Termasuk didalam peran tersebut adalah beberapa tanggungjawab dan fungsi yang tidak dapat dibagi-bagi tanpa merugikan aktivitas kelompok tersebut.

b.      Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan
           Dalam hubunganya dalam misi pendidikan, kepemimpinan dapat diartikan sebagai usaha kepala sekolah dalam memimpin, mempengaruhi, dan memberikan bimbingan kepada para personil pendidikan sebagai bawahan agar tujuan pendidikan dan pengajaran dapat tercapai melalui serangkaian kegiatan yang telah direncanakan
Fungsi kepemimpinan pendidikan menunjuk kepada berbagai aktivitas atau tindakan yang dilakukan oleh seorang kepala sekolah dalam upaya menggerakan guru-guru, karyawan, siswa, dan anggota masyarakat agar mau berbuat sesuatu guna melaksanakan program-program pendidikan di sekolah.
Lebih lanjut M.I. Anwar (2003: 70) mengatakan bahwa untuk memungkinkan tercapainya tujuan kepemimpinan pendidikan di sekolah, pada pokoknya kepemimpinan pendidikan memiliki tiga fungsi berikut :
a.    membantu kelompok merumuskan tujuan pendidikan yang akan dicapai yang akan menjadi pedoman untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan:
b.    fungsi dalam menggerakan guru-guru, karyawan, siswa, dan anggota masyarakat untuk mensukseskan program pendidikan di sekolah; dan
c.    menciptakan sekolah sebagai suatu lingkungan kerja yang harmonis, sehat dinamis, dan nyaman, sehingga segenap anggota dapat bekerja dengan penuh produktivitas dan memperoleh kepuasan kerja guru tinggi. Artinya pemimpin harus menciptakan iklim organisasi yang mampu mendorong produktivitas pemdidikan yang tinggi dan kepuasan kerja yang maksimal[13].
         Kemampuan seorang pemimpin mempengaruhi orang lain didukung oleh kelebihan yang dimilikinya, baik yang berkaitan dengan sifat kepribadian maupun yang berkaitan dengan keluasan pengetahuan dan pengalamanya, yang mendapat pengakuan dari orang-orang yang dipimpin.


Menurut Lezotte (1991;3), sekolah yang efektif tercipta karena kepemimpinan yang diterapkan di sekolah diarahkan pada proses pemberdayaan para guru sehingga kinerja guru lebih berdasarkan pada prinsip-prinsip dan konsep bersama, bukan karena suatu instruksi dari pimpinan[14].
         Peningkatan mutu sekolah memerlukan perubahan kultur organisasi suatu perubahan yang mendasar tentang bagaimana individu-individu dan kelompok memahami pekerjaan dan perannya dalam organisasi sekolah.Kultur sekolah terutama dihasilkan oleh kepemimpinan kepala sekolah.
         Kepala sekolah harus memahami bahwa sekolah sebagai suatu sistem organik, sehingga mampu berperan sebagai pemimpin (leader) dibandingkan sebagai manager.
Sebagai leader, kepala sekolah harus :
a.    lebih banyak mengarahkan dari pada mendorong atau memaksa;
b.    lebih bersandar pada kerja sama dalam menjalankan tugas dibandingkan bersandar pada kekuasaan atau Surat Keputusan (SK).
c.    Senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf administrasi, bukanya menciptakan rasa takut;
d.    Senantiasa menunjukan bagaimana cara melakukan sesuatu dari pada menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu;
e.    Senantiasa mengembangkan suasana antusias, bukannya mengembangkan suasana yang menjemukan; dan
f.     Senantiasa memperbaiki kesalahan yang ada dari pada menyalahkan kesalahan pada seseorang,bekerja dengan penuh kesungguhan, bukannya ogah-ogahan karena serba kekurangan.


          Agar kepemimpinan kepala sekolah efektif, beberapa sifat dan gaya kepemimpinan seorang pemimpin (kepala sekolah) dalam menggalang hubungan baik dengan orang-orang yang dipimpin yaitu
( S.Atmodiwiro dan Totosiswanto, 1991;73)[15]:
1.    memberi contoh
2.    berkepentingan pada kualitas
3.    bekerja dengan landasan hubungan kemanusiaan yang baik
4.    memahami masyarakat sekitarnya
5.    memiliki sikap mental yang baik
6.    berkepentingan dengan staf dan sekolah
7.    melakukan kompromi untukmencapai kesepakatan
8.    mempertahankan stabilitas
9.    mampu mengatasi stres
10. menciptakan struktur agar sesuatu bisa terjadi
11. mentolelir adanya kesalahan
12. tidak menciptakan konflik pribadi
13. memimpin melalui pendekatan yang positif
14. tidak mendahului orang-orang yang dipimpinya ;
15. mudah dihubungi oleh orang; dan
16. memiliki keluarga yang serasi
          Kepemimpinan kepala sekolah harus dapat menggerakan dan memotivasi kepada :
  1. guru, untuk menyusun program, menyajikan program dengan baik, melaksanakan evaluasi, melakukan analisis hasil belajar dan melaksanakan perbaikan dan pengayaan secara tertib dan bertanggung jawab.

  2. Karyawan, untuk mengerjakal tugas administrasi dengan baik, melaksanakan kebersihan lingkungan secara rutin, melaksanakan tugas pemeliharaan gudang dan perawatan barang-barang inventaris dengan baik, dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

  3. Siswa, untuk rajin belajar secara tertib, terarah, dan teratur dengan penuh kesadaran yang beroreintasi masa depan; dan

  4. Orang tua dan masyarakat, agar mampu untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemitraan yang lebih baik agar partisipasi mereka    terhadap usaha pengembangan sekolah makin meningkat dan dirasakan sebagai suatu kewajiban, bukan sesuatu yang membebani.Yang lebih penting lagi, kepemimpinan kepala sekolah harus dapat memberikan kesejahtraan lahir batin, mengembangkan kekeluargaan yang lebih baik, meningkatkan rasa kebersamaan dalam mencapai tujuan dan menumbuhkan budaya positif yang kuat di lingkungan sekolah.

  Komponen sekolah, termasuk sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, terdiri dari administrasi sekolah, kelembagaan, ketenangan, kurikulum, siswa, sarana, prasarana, dan situasi umum sekolah.Kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam keberhasilan sekolah mencapai tujuannya.

              Kegiatan kepala sekolah tidak hanya berkaitan dengan pimpinan pengajaran saja, melainkan meliputi seluruh kegiatan sekolah, seperti pengaturan, pengelolaan sekolah, dan supervisi terhadap staf guru dan staf administasi. Kepala sekolah pada dasarnya melakukan kegiatan yang beraneka macam dari kegiatan yang bersifat akademik, administratif, kegiatan kemanusiaan, dan kegiatan sosial.
              Banyak kegiatan kepala sekolah yang sangat bermanfaat, yang bisa ditiru oleh kepala sekolah lain dalam melaksanakan tugasnya. Beberapa sekolah yang mempunyai prestasi yang baik di dalam pengelolaan sekolah (prestasi hasil belajar siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat) dapat dijadikan bahan kajian oleh sekolah lain dalam rangka mengelola sekolahnya sendiri. Walaupun disadari pula bahwa tidak ada situasi yang sama yang dapat dijadikan landasan untuk pengelolaan sekolah seperti guru, siswa, administrasi, dan alat peralatan.Hal ini sangat mempengaruhi bagi terciptanya bagi sekolah yang efektif.
              Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan mempunyai tugas memadukan unsur-unsur sekolah dengan situasi lingkungan budayanya, yang merupakan kondisi bagi terciptanya sekolah yang efektif.Sekolah yang efektif adalah sekolah yang memiliki mutu yang baik. Artinya bahwa mutu siswa yang dihasilkan oleh selolah itu mempunyai kemampuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat dan menjawab tantangan moral, mental, dan perkembangan ilmu serta teknologi. Siswa yang bermutu adalah siswa yang memiliki kemampuan dan potensi mengembangkan dirinya menjadi warga  yang berguna bagi nusa, bangsa, dan negara.
              Dengan demikian kepala sekolah adalah seorang pemimpin pendidikan yang merencanakan, mengorganisasikan, mengoodinasikan, mengawasi, dan menyelesaikan seluruh kegiatan pendidikan disekolah, dalam mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran. Mulyasa (224; 98) menyimpulkan bahwa kepala sekolah memiliki tujuh peran, yaitu kepala sekolah selaku Edukator, Manajer, Advisor, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator (EMAS LIM)[16].
              Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah bertindak dan berperan selaku supervisor yang berkewajiban agar tiap guru atau bawahannya melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diembannya. Tanggung jawab supervisor adalah mengusahakan agar guru sebagai bawahanya mau melaksanakan tugasnya sesuai dengan persyaratan-persyaratan tugas/pekerjaan yang telah ditetapkan.
              Sebagai seorang supervisor, kepala sekolah diharapkan bertindak sebagai seorang konsultan yang dinamis, menyiapkan supervisi pendidikan dan latihan, instruksi, penyuluhan, dan evaluasi. Dengan demikian tugas utama seorang supervisor adalah menolong seorang bawahan mencapai tujuan organisasi dengan cara menunjukan kepada bawahan.Bagaimana cara menyelesaikan  tugas dengan mempergunakan kemampuan bawahan.
              Dalam menyelesaikan perannya sebagai seorang supervisor, kepala sekolah dituntut untuk lebih dekat dengan para guru, khususnya pada saat mereka berada di lingkungan sekolah. Pengamatan terhadap guru  dapat dilakukan melalui pengamatan langsung pada proses mengajar. Kepala sekolah harus mampu menggerakkan guru agar melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru.Evaluasi terhadap guru dapat dilakukan oleh guru oleh guru,siswa dan kepala sekolah.Evaluasi ini dalam rangka mengetahui sampai sejauh mana guru-guru melaksanakan tugasnya,sesuai dengan program atau rencana satuan bahan pelajaran ( apakah guru tersebut telah berhasil menyelesaikan pelajaran dalam waktu yang telah ditentukan).
              Adapun tugas guru, selain mengajar, mendidik, dan melatih siswa, masih dibebani tugas tambahan, yaitu membantu kepala sekolah dalam melaksanakan tugas[17] (Suryosubroto, 2004;170-174)
a.     bidang administrasi
b.     manajemen kelas dan sekolah
tugas ini meliputi: program pengajaran, pembinaan kesiswaan, bimbingan, dan penyuluhan, pengelolaan kelas, pengelolaan perpustakaan, pengelolaan laboratorium/ruang praktek;
c.    program pengajaran
program ini terdiri dari berbagai penyusunan, penyusunan jadwal kegiatan sekolah, penyusunan bembagian tugas guru, penyusunan jadwal pelajaran, penyusunan jadwal evaluasi belajar, dan menyusun laporan pelaksanaan pengajaran secara berkala;dan


d.     bidang kesiswaan
meliputi penyusunan program pembinaan kesiswaan/OSIS, pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dan pengendalian kegiatan siswa/OSIS dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah, pengarahan dalam pemilihan pengurus OSIS, dan pembinaan pengurus OSIS.
              Dalam teori kepemimpinan paternalistik, disebutkan bahwa seorang pemimpin adalah figur seorng bapak.Oleh karena itu, maka sebagai figur seorang bapak, kepala sekolah haruslah memiliki segala kemampuan. Sebagaimana dikatakan oleh Siagian (1998:34), bahwa persepsi bagi seorang pemimpin yang paternalistik, dalam melakukan peran kepemimpinannya dalam kehidupan organisasional dapat diwarnai oleh adanya harapan-harapan dari para pengikut kepadannya[18]. Harapan ini biasanya berwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi, dan yang layak dijadikan sebagai tempat bertanya serta untuk memperoleh petunjuk atas segala permasalahan yang dihadapinya. Sikap kebapakan memang dapat menyebabkan adanya hubungan atasan dan bawahan yang bersifat informal, dari pada hubungan formal.
              Kepala sekolah juga merupakan sosok ”yang dituakan”, sehingga yang diharapkan darinya adalah contoh dan teladan yang baik. Kedudukan sebagai kepala keluarga membawa dampak bahwa kepala sekolah berkewajiban melaksanakan bimbingan dan teguran terhadap anak yang melakukan kesalahan dengan sikap kebapakan, dan tidak dilandasi dengan sikap kecurigaan.Sekolah dianggap sebagai keluarga besar yang memerlukan kerjasama antar warganya, dan kerjasama itulah yang merupakan landasan keberhasilan sekolah.



              Oleh karena itu, dalam persepsi guru, seorang kepala sekolah harus memiliki karakteristik sebagai kepala keluarga di sekolah. Sifat-sifat atau karakteristik seorang kepala sekolah sebagai kepala keluarga di sekolah, yaitu :
a.    memiliki integritas, yaitu bersifat tegas dan jujur, baik yang tercermin dari sifat-sifat pribadinya maupun dalam pelaksanakan prinsip-prinsip moralnya.
b.    Adil, yaitu harus bersifat adil terhadap kebenaran dan tidak ada perbedaan perlakuan kepada siapapun.
c.    Berkemampuan, yaitu mampu melaksanakan tugasnya dan mampu melaksanakan hubungan kemanusiaan dengan baik;
d.    Memiliki intuisi, yaitu mampu melaksanakan tugasnya  dan mampu melaksanakan hubungan kemanusiaan dengan baik; dan
e.    Realibilitas, yaitu memiliki kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain dalam melaksanakan komitmennya.
              Dalam persepsi guru, karakteristik-karakteristik itulah yang harus tercermin dari seorang kepala sekolah sebagai seorang pemimpin pendidikan yaitu kepala sekolah harus memiliki kemampuan sebagai Edukator, Manajer, Advisor, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator (EMASILIM).
              Dari pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan seorang kepala sekolah akan berpengaruh terhadap kedisiplinan guru dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya selaku pendidik, pengajar, dan pelatih.
              Sebagaimana telah disampaikan di muka, bahwa kepala sekolah sebagaai pemimpin pendidikan mempunyai tugas memadukan unsur-unsur sekolah dengan memperhatikan situasi lingkungan budayanya, yang merupakan kondisi bagi terciptanya sekolah yang efektif.
              Sekolah yang efektif adalah sekolah yang memiliki mutu yang baik, Artinya, bahwa mutu siswa yang dihasilkan oleh sekolah itu mempunyai kemampuan dan keterampilan sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat, dan menjawab tantangan moral, mental, dan perkembangan ilmu serta teknologi. Siswa yang bermutu adalah siswa yang memiliki kemampuan dan potensi mengembangkan dirinya menjadi warga yang berguna bagi nusa, bangsa, dan negara.
              Dengan demikian, maka kepala sekolah adalah seorang pemimpin pendidikan yang mempunyai tugas untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yaitu merencanakan, mengorganisasikan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan menyelesaikan seluruh kegiatan pendidikan, dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran secara bersama-sama.          

2.    Motivasi
a.    Pengertian Motivasi
              Motivasi menurut Anderson dan Kyprianou (1994;63-64) adalah sesuatu yang membuat orang berkehendak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu[19]. Anderson dan Kyprianou (1994;65) menjelaskan bahwa motivasi merupakan konsep yang kita gunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada atau didalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku[20]. Menurut Mitchell yang diedit oleh Timpe (1991;445), menyatakan bahwa motivasi terdiri dari proses psikologis tertentu yang menyebabkan timbulnya gairah, pengarahan, dan kegigihan dari tindakan suka rela yang menuju ke sasaran[21].
              Gitosudarmo dan Sudito (1997;28) menyatakan bahwa motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seorang yang menggerakkan, mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu[22].


              Di sisi lain, Moekiyat (2000;63) memperkuat pengertian motivasi sebagai suatu proses psikologis yang azasi dalam perilaku manusia dan memberikan dasar untuk teori-teori dan penerapan motivasi kerja yang diperlukan[23]. Menurut Wexley dan Yukl yang dikutip oleh M. As’ad (1986;45) mengartikan motivasi sebagai the process by which behavior is energized and directed[24].
              Oemar Hamalik (2000:72) mengemukakan bahwa motivasi merupakan suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan[25]. Selanjutnya, motivasi sebagai suatu system, menurut Moekiyat[26] (2000:70-71) ada tiga unsur yang saling mempengaruhi dan saling bergantung yaitu :
1.    Kebutuhan-kebutuhan
Definisi kebutuhan dengan suatu kata terbaik adalah kekurangan. Dalam arti homeostatis kebutuhan-kebutuhan timbul apabila ada suatu ketidakseimbangan fisiologis atau psikologis.
2.    Perangsang-perangsang
Dengan sedikit pengecualian, perangsang-perangsang atau motif-motif diperlukan untuk mengurangi kebutuhan-kebutuhan. Suatu perangsang dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu kekurangan akan pengarahan.Perangsang-perangsang merupakan inti dari proses memotivasi.
3.    Tujuan-tujuan
Suatu tujuan dalam siklus motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu yang akan meringankan suatu kebutuhan dan mengurangi suatu perangsang. Dengan demikian, mencapai suatu tujuan akan cenderung memperbaiki imbalan fisiologis atau psikologis dan akan mengurangi atau menghilangkan perangsang.
              Pengertian motivasi berkaitan erat dengan timbulnya suatu kecendrungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Oleh karena itu proses motivasi menurut Gitosudarmo dan Sudito (1997:28)[27] terdiri dari beberapa tahapan proses yang meliputi :
1.    munculnya suatu kebutuhan yang belum terpenuhi menyebabkan adanya ketidakseimbangan (tention) dalam diri seseorang dan berusaha untuk menguranginya dengan perilaku tertentu.
2.    seseorang kemudian mencari cara-cara untuk memuaskan keinginan tersebut;
3.    seseorang mengarahkan perilakunya kearah pencapaian tujuan atau prestasi dengan cara-cara yang telah dipilihnya dengan didukung oleh kemampuan, keterampilan,  maupun pengalamannya;
4.    penilaian prestasi dilakukan oleh diri sendiri atau orang lain (atasan) tentang keberhasilannya dalam mencapai tujuan. Perilaku yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan kebanggan biasanya dimulai oleh yang bersangkutan.Sedangkan perilaku yang ditunjukan untuk memenuhi suatu kebutuhan finansial atau jabatan, umumnya dilakukan oleh atasan atau pimpinan organisasi;
5.    imbalan atau hukuman yang diterima atau dirasakan tergantung kepada evaluasi atau prestasi yang dilakukan; dan
6.    akhirnya, seseorang menilai sejauhmana perilaku dan imbalan telah memuaskan kebutuhanya, maka keseimbangan atau kepuasan atas kebutuhan tertentu dirasakan. Akan tetapi apabila masih ada kebutuhan yang belum terpenuhi, akan terjadi proses pengulangan dari siklus motivasi dengan perilaku yang berbeda.
  Oemar Hamalik (2000:72-74) menyatakan bahwa antara kebutuhan –motivasi-perbuatan/tingkah laku- tujuan dan kepuasan ada hubungan yang kuat.Tiap perbuatan senantiasa berkat adanya dorongan moivasi.Timbulnya motivasi disebabkan adanya suatu kebutuhan dan karenanya  perbuatan tersebut terarah pada pencapaian tujuan tertentu.Tingkah laku yang telah memberikan kepuasan terhadap suatu kebutuhan cenderung untuk diulang kembali, sehingga menjadi lebih kuat dan lebih mantap[28].
              Timpe (1991;209) merangkum beberapa sifat yang melandasi definisi teknis motivasi meliputi[29] :
1.        secara tradisional, motivasi dianggap sebagai fenomena individual.Setiap individu unik, dan semua teori motivasi utama diijinkan dengan satu dan lain jalan, memperkenankan keunikan ini supaya terlihat (yaitu setiap orang mempunyai kebutuhan, harapan, nilai, sikap, riwayat perkekuatan, dan sasaran yang berbeda).
2.        motivasi biasanya dijelaskan sebagai sengaja, yaitu motivasi yang berada di bawah kendali pegawai.Kebanyakan perilaku dipengaruhi oleh motivasi seperti yang banyak terlihat  (yaitu usaha dalam pekerjaan), dipandang  khas sebagai tindakan yang dipilih oleh individu untuk dilaksanakan;
3.        motivasi itu bermuka banyak.Dua faktor penting ialah timbulnya gairah (pengaktifan, pemicu), pengarah (pilihan) perilaku. Timbulnya gairah telah memusatkan perhatian pada pertanyaan; apa yang dapat membuat orang menjadi aktif, keadaan apa yang membuat orang menjadi bergairah sehingga mereka ingin berlaku sebaik mungkin. Dan jika seseorang sudah digairahkan, apa yang membuat ia akan menuju ke arah tertentu; dan
4.        Maksud dari teori perilaku agar dapat meramal perilaku.  Motivasi berkepentingan dengan tindakan dan kekuatan intern dan ekstern yang mempengaruhi perilaku tindakan seseorang. Motivasi bukanlah perilaku itu sendiri dan bukan pula performa. Perilaku adalah kriterium yang dipilih. Dan dalam beberapa kasus tindakan yang dipilih merupakan pencerminan yang baik dari ferforma. Tetapi proses psikologis, perilaku sebenarnya dan ferforma seluruhnya adalah barang yang berbeda. Motivasi menjadi derajat sampai dimana individu ingin dan memilih untuk bertingkah lakku spesifik tertentu.
Selanjutnya Timpe (1991:121) merangkum beberapa pendapat dari beberapa pakar manajemen tentang faktor motivasi[30],sebagai berikut:
1.    Carrel dan Goodman, menyarankan bahwa orang itu termotivasi karena ingin ke dalam, jika percaya mendapat perlakuan adil, maka mereka akan perperilaku sedemikian rupa yang menurut kepercayaan mereka akan mengembalikan perasaan kedalam yang hilang.Orang lebih dapat menerima imbalan berlebih dari pada imbalan yang berkurang.Jika ia merasa mendapat imbalan berkurang dan tidak dapat berbuat banyak untuk mempengaruhinya, mereka cenderung menjadi tidak puas, mengurangi bekerja, dan lebih sering absen dibanding dengan bila mereka merasa diperlakukan dengan adil.
2.    Creight, ada sistem dengan lima peran untuk memotivasi peningkatan performa (kinerja), yang meliputi :
  1. peran penentu sasaran

  2. pelatih

  3. penasehat

  4. penilai; dan

  5. pembuat keputusan

Jika kelima peran yang lebih kecil ini dapat saling dipadukan dengan berhasil, maka hal tersebut membuka peluang bagi manajer dan pengawas untuk memotivasi peningkatan performa pegawai.
3.    Kinlaw, ada empat faktor yang menunjang performa yaitu :
  1. pegawai mengerti dengan jelas apa yang diharapkan darinya;

  2. pegawai mempunyai kompentesi untuk melaksanakannya;

  3. pegawai didukung oleh lingkungan kerja yang memadai; dan

  4. pegawai termotivasi untuk berperforma (kinerja tinggi).


Dalam pengertian faktor yang terakhir ini, motivasi adalah keinginan untuk berforma (berkinerja tinggi) sesuai dengan pengharapannya. Maka, motivasi merupakan salah satu langkah di antara empat faktor yang menentukan ferforma.
              Dari berbagai pendapat tentang pengertian motivasi di atas, maka dapat diartikan oleh penulis bahwa motivasi merupakan kekuatan relatif dan dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk berusaha mengaktualisasikan potensi terbaiknya, guna memenuhi keinginan sesuai dengan kebutuhannya.

b.    Teori Motivasi
              Motivasi berasal dari kata Latin ”movere” , yang berarti dorongan atau menggerakan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya, dan bawahan pada khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara menggerakan dan mengerahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif, berhassil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan[31] (Hasibuan, 2000: 141)
             Orang mau bekerja adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan yang disadari (conscious needs), maupun kebutuhan yang tidak disadari (unconscious needs), berbentuk materi atau non materi, kebutuhan fisik maupun non fisik. Menurut Peterson dan Plowman (Hasibuan,2000; 142-143)[32], orang mau bekerja karena adanya faktor-faktor:
1.  keinginan untuk hidup (The Desire to Live)
2.  keinginan untuk suatu posisi (The Desire for Position);
3.  keinginan akan kekuasaan (The Desire for Power); dan
4.  kenginan akan pengakuan (The Desire for Recognition);

Beberapa teori lain tentang motivasi, dapat diuraikan sebagai berikut :
a)    hierarkhi kebutuhan Maslow, menurut Robbins (1992:45-46)[33]
1)    Teori Maslow menganggap bahwa kebutuhan orang bergantung kepada apa yang telah mereka miliki. Dalam pengertian, suatu kebutuhan yang telag terpenuhi bukan merupakan faktor motivator. Kebutuhan manusia, tersusun dalam suatu hierarkhi kepentingan yang meliputi;
2)    Fisiologis, yaitu makan, minum, tempat tinggal, dan sembuh dari rasa sakit;
3)    Keamanan dan keselamatan, yaitu kebutuhan unutk kemerdekaan dari ancaman, yaitu keamanan dari kejadiaan atau lingkungan yang mengancam;
4)    Rasa memiliki, sosial, dan kasih sayang, yaitu kebutuhan akan persahabatan, berkelompok, interaksi, dan kasih sayang;
5)    Penghargaan (esteem), yaitu kebutuhan atas harga diri (self esteem) dan penghargaan dari pihak lain;
6)    Aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk memenuhi diri seseorang melalui memaksimumkan penggunaan kemampuan, keahlian, dan potensi. Teori Maslow ini mengaggap bahwa orang mencoba memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar terlebih dahulu, sebelum mengarahkan perilaku dalam memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi
b)    Teori ERG – Alderfer menurut Gitosudarmo dan Sudito (1997:32-34)[34].
Teori ERG menganggap bawa kebutuhan manusia memiliki tiga hierarkhi kebutuhan. Ketiga kebutuhan tersebut adalah :
1) Kebutuhan eksistensi (existence needs);
Kebutuhan eksistensi ini berupa semua kebutuhan yang termasuk dalam kebutuhan fisiologis dan natural, dan kebutuhan rasa aman seperti kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian, perumahan, dan keamanan.
Dalam suatu organisasi, kebutuhan ini termasuk didalamnya seperti rapat, kondisi kerja, jaminan sosial, dan lain sebagainya.
2) Kebutuhan akan keterikatan;
Kebutuhan akan keterikatan sama dengan kebutuhan sosial dari Maslow. Kebutuhan akan keterikatan, meliputi semua bentuk kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan hubungan antarpribadi ditempat kerja.
3) Kebutuhan akan Pertumbuhan;
Kebutuhan akan pertumbuhan meliputi semua kebutuhan yang berkaitan dengan pengembangan potensi seseorang, sebagaimana kebutuhan aktualisasi diri dan penghargaan dari teori Maslow. Kepuasan atas kebutuhan akan pertumbuhan oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu tugas tidak saja ingin menggunakan dan menunjukkan kemampuannya secara maksima, tetapi juga untuk cepat mengembangkan kemampuan-kemampuan baru.
c)    Teori Dua Faktor Utama
Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2000; 157)[35] menyebutkan bahwa pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu :
1) Faktor-faktor pemeliharaan (Maintenance Factor)
Faktor ini merupakan faktor yang berhubungan dengan hakekat pekerja yang ingin memperoleh pemenuhan atas kekurangan badaniah. Kebutuhan ini akan berlangsung terus menerus seperti misalnya lapar-kenyang-lapar-kenyang- ... Dalam bekerja, kebutuhan ini misalnya gaji, kepastian, pekerjaan, dan supervisi yang baik. Jadi, faktor-faktor ini bukanlah sebagai motivator, tetapi merupakan keharusan bagi perusahaan.

2)  Faktor-Faktor Motivasi (Motivation Faktors)
     Faktor-faktor ini merupakan faktor-faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya ruangan yang nyaman, penempatan pekerja yang sesuai, dan lain sebagainya.
d) Teori tiga kebutuhan
Pendapat Clalland yang dikutip oleh Robbins (1992:50)[36] menyebutkan bahwa seorang pekerja memiliki energi potensial  yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi, dan peluang yang ada.Adapun kebutuhan pekerja yang dapat memotivasi gairah kerja adalah :
1. kebutuhan akan prestasi;
2. kebutuhan akan kekuasaan; dan
3. kebutuhan akan afiliasi

e) Teori harapan dari si Vroom, yang dikutik oleh Siagian (1998:292)[37]
Menurut teori ini, motivasi ini merupakan akibat dari hasil yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan.Bahwa tindakannya akan mengarah pada hasil yang diinginkan. Apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan nampaknya terbuka untuk memperolehnya, maka seseorang akan berusaha mendapatkanya. Dalam konteks ini maka apabila seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, maka yang bersangkutan akan terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Namun apabila kemungkinan itu tipis, maka motivasinya untuk berupaya pun juga akan menjadi rendah.

Dari para pendapat para ahli diatas, maka dalam penelitian ini penulis akan mengadopsi pendapat Clelland sebagai landasan teori. Dalam teori ini disebutkan bahwa kebutuhan manusia yang dapat memotivasi kedisiplinan pegawai adalah kebutuhan akan berprestasi. Kebutuhan akan berprestasi ini adalah kebutuhan yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawabnya atas tugas dan pekerjaanya, serta aktivitas untuk pemecahan masalah.

c.    Motivasi Berprestasi
          Motivasi pada diri seseorang dapat berubah bila motif yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu aktivitas juga berubah. Karena motivasi bukan sesuatu yang bebas dari pengaruh-pengaruh, misalnya lingkungan, kemampuan fisik, pengalaman masa lampau, taraf intelegensi, minat, dan cita-cita hidup. Mengenai motivasi berprestasi yang pertama kalinya diperkenalkan oleh Clelland (Robbins,1992;47) dinyatakan sebagai berikut ; “ Achievement motivation is indicated by some on waiting to perform better or carrying about perfformming better [38]“.
          Clelland (Mangkunegara, 2001: 103) mengemukakan enam karakter orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi[39], yaitu :
1.    memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi;
2.    berani mengambil dan memikul risiko
3.    memiliki tujuan yang realistik
4.    memiliki rencana kerja menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan;
5.    memanfaatkan umpan balik yang kongret dalam semua kegiatan yang dilakukan, dan
6.    mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogram.
3.     Kompensasi
a.    Pengertian Kompensasi
              Hasibuan (2000;118-119) memberi definisi kompensasi ialah sesuatu yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas kerja mereka. Kompensasi berkaitan dengan konsistensi internal dan eksternal. Konsistensi internal berkaitan dengan konsep penggajian relatif dalam organisasi sedang konsistensi eksternal berkaitan dengan tingkat relatif struktur penggajian yang berlaku di luar organisasi[40].
              Mangkunegara (2001;83) menyebutkan kompensasi sebagai sistem reward atau imbalan, merupakan keseluruhan paket keuntungan sehingga organisasi bisa membuat sesuatu yang bermanfaat bagi anggotanya serta diikuti bagaimana mekanisme dan prosedur imbalan didistribusikan. Sistem imbalan bisa mencakup gaji, penghasilan, uang pensiun, uang liburan, promosi ke posisi yang lebih tinggi (berupa gaji dan keuntungan yang lebih tinggi)[41]. Juga berupa asuransi keselamatan kerja, transfer secara horisontal untuk mendapat posisi yang lebih menantang atau keposisi utama untuk pertumbuhan dan pengembangan berikutnya, serta berbagai macam bentuk pelayanaan. Selanjutnya Miller (1987;87) menyebutkan bahwa dalam sistem imbalan terdapat struktur tugas dan prosedur secara luas yang memungkinkan organisasi untuk melakukan penambahan, penghapusan, atau penyesuaian segi-segi pekerjaan guna menambah ketertarikan bagi karyawan secara intrinsik. Dengan demikian, Miller memahami sistem imbalan tidak hanya berwujud promosi dan peningkatan gaji atas dasar kecakapan, tetapi bagaimana basis sistem ini dijamin[42].
              Mangkunegara (2001;84) membagi kompensasi ada dua bentuk, yaitu ; intrinsik dan ekstinsik. Kompensasi intrinsik menyangkut nilai (nonmateri) yang diterimakan karena suatu tugas misalnya partisipasi dalam pengambilan keputusan, rasa pertanggungjawaban, kesempatan untuk mengembangkan diri, adanya keleluasan dalam menjalankan tugas[43]. Kompensasi ekstinsik menyangkut imbalan yang diterima dai lingkungan yang mengelilingi tugas itu sendiri yang terdiri dari kompensasi langsung (direct compensation), kompensasi tidak langsung (indirect compensation), dan kompensasi nonfinansial. Yang dimaksud kompensasi langsung adalah imbalan yang diterima pegawai secara langsung karena telah memberikan konstribusinya kepada institusi. Kompensasi jenis ini terdiri dari gaji pokok, bonus, premi, liburan, cuti, dan lain-lain. Kompensasi tidak langsung terdiri dari jaminan kesehatan seperti asuransi jiwa dan kesehatan, gaji penuh dengan tampa memperhitungkan faktor lain yang mengurangi jam kerja, misalnya seseorang pada suatu ketika berhalangan untuk bekerja, dan jasa lainnya. Sedangkan kompensasi nonfinansial adalah segala fasilitas yang diberikan oleh institusi atau organisasi.
              Menurut Lawler (1983;276) yang dinamakan paket kompensasi itu terdiri dari pembayaran dan keuntungan (pay and benefit), Pembayaran disebut juga kompensasi langsung, yang selanjutnya dibagi menjadi dua yaitu sistem gaji dan penghasilan, ditambah imbalan berdasarkan kinerja. Sedang keuntungan yang disebutnya sebagai kompensasi tidak langsung merupakan berbagai keuntungan umum yang diberikan kepada pihak yang berwenang, asuransi kesehatan, imbalan di waktu tidak kerja, dan berbagai keuntungan pekerja lainnya[44].

b.    Jenis Kompensasi yang diberikan pada PNS
              Mengacu pada definisi  Lawler, jenis kompensasi terdiri dari berbagai macam.Namun berdasarkan Bab II Pasal 7 Undang-Undang No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawian membagi jenis kompensasi menjadi sepuluh bagian[45], antara lain sebagai berikut :
1.    Gaji Pokok
Satu hal yang menonjol dari jenis kompensasi yang diterima di lingkungan PNS di Indonesia ialah gaji pokok. Gaji pokok yang sering disebut gaji adalah bayaran yang diterima seseorang, tidak termasuk unsur-unsur varibel dan tunjangan lainnya. Gaji adalah uang atau sesuatu yang diberikan kepada pegawai atas dasar waktu pelaksanaan pemberiannya yang dapat ditentukan atas dasar batas mingguan, bulan, atau tahun dan bukan berdasarkan perhitungan jam. Berdasarkan pasal 7 Undang-undang No.8 Tahun 1974 tentang  Pokok-pokok Kepegawaian, gaji adalah sebagai balas jasa yang diberikan atau penghargaan atas hasil kerja seseorang.
2.   Tunjangan
Selain gaji pokok, PNS di Indonesia mendapat berbagai jenis tunjangan. Tunjangan keluarga bagi pegawai yang sudah berkeluarga, tunjangan jabatan, tunjangan pangan, tunjangan keluarga, meliputi tunjangan istri dan suami, dan tunjangan anak. Disamping tunjangan tersebut, PNS menerima tunjangan Struktual dan fungsional sesuai dengan pangkat dan jabatan. Dengan demikian tunjangan yang diterima PNS dalam bentuk tunjangan struktual dan fungsional bisa menambah jumlah gaji pokok yang diterima PNS secara reguler. Biasanya kedua jenis tunjangan ini diterima bersamaan dengan gaji pokok.
3.   Cuti
Menurut pasal  8 Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 ditentukan bahwa setiap PNS berhak atas cuti. Dengan ketentuan ini artinya bahwa setiap PNS bisa mendapat imbalan yang utuh meski tidak masuk ke kantor dengan alasan tertentu seperti sakit, punya acara sangat darurat, atau alasan yang lain. Didalam ketentuan ini dijelaskan lebih lanjut bahwa jenis cuti bermacam-macam yakni cuti tahunan, cuti sakit, cuti bersalin, cuti karena alasan penting yaitu, karena ibu, bapak, istri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu sakit keras atau meninggal dunia, dan melangsungkan perkawinan yang pertama.
4.     Perawatan
Bagi PNS yang mendapat kecelakaan ketika sedang menjalankan tugasnya, maka ia berhak memperoleh perawatan dan segala biaya perawatan. Adapun ujud biaya perawatan tersebut disalurkan dalam bentuk asuransi kesehatan dan seperti halnya uang pensiun, untuk penyelenggara asuransi kesehatan, baik  dalam bentuk iuran atau supsidi ditanggung oleh pemerintah.
5.   Tunjangan Cacat
PNS yang mendapat kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan dirinya tidak bisa lagi bekerja, karena cacat jasmani dan rohani, maka ia berhak memperoleh tunjangan bulanan yang memungkinkan ia bisa hidup layak, disamping uang pensiun. Besarnya uang pensiun PNS yang menderita cacat karena sedang dinas adalah 75% dari dasar pensiun, yaitu diperhitungkan dari gaji pokok terakhir yang diterimanya. Bagi PNS yang cacat tetapi masih bisa terus bekerja dalam jabatan pegawai negeri, maka ia berhak atas uang pengobatan, perawatan, dan rehabilitsi dengan tampa mendapat uang pensiun.
6.   Pengobatan, Perawatan, dan Rehabilitasi
PNS yang mengalami kecelakaan karena dinas atau menderita sakit karena dinas berhak memperolah pengobatan, perawatan, dan atau rehabilitasi atau biaya negara. Pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi atas biaya negara. Pengobatan, perawatan, dan rehabilitasi dilakukan dipuskesmas terdekat, dan apabila peralatan tidak memadai maka pengobatan dibawa ke rumah sakit pemerintah terdekat, apabila di rumah sakit terdekat pun tidak memadai, maka dibawa kerumah sakit swasta.


c.    Asas-asas kompensasi
              Kompensasi dimaksudkan untuk menjalin kerja sama dengan pekerja, memberikan kepuasan kerja, efektivitas kerja, memotivasi, memelihara stabilitas karyawanI, mendisiplinkan, dan menyesuaikan dengan Undang-undang perburuan yang ada. Agar yang dimaksud tersebut terlaksana, suatu kompensasi harus mengikuti asas adil dan layak (Hasibuan, 2000;122-123)[46].
1.    Asas adil
Besarnya kompensasi yang dibayarkan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, dan jabatan. Kompensasi tampa menyesuaikan aspek-aspek di atas akan menggagalkan maksud dari kompensasi itu sendiri.
2.   Asas layak dan wajar
Suatu kompensasi harus disesuaikan dengan kelayakan. Ukuran kelayakan memang sangat relatif. Perusahaan dapat memberikan kompensasi yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah serta institusi lain secara konsisten.

d.      Kompensasi dan Kepuasan
              Kepuasan (satisfaction) adalah istilah evaluatif yang menggambarkan suatu sikap suka atau tidak suka. Kepuasan bayaran      ( pay satisfaction), oleh karenanya mengacu pada sikap suka dan tidak suka terhadap sistem kompensasi organisasi. Lawler (1983;287), menciptakan sebuah model berdasarkan teori ekuitas yang mulai menjelaskan sebab-sebab kepuasan dan ketidak puasan gaji. Menurut Lawler, perbedaan antara jumlah yang diterima oleh karyawanya dan jumlah yang mereka duga diterima oleh orang lain merupakan penyebab langsung kepuasan ataupun ketidakpuasan gaji,jika mereka merasa bahwa jumlah keduannya adalah setara, maka terdapat kepuasan gaji[47]. Antisipasi kepuasan gaji akan mempengaruhi keputusan-keputusan karyawan tentang seberapa keras dia akan bekerja. Kompensasi akan mempengaruhi kepuasa dan bertindak sebagai umpan balik yang memungkinkan karyawan menyesuaikan perilakunya belakangan. Jika mereka menyimpulkan bahwa mereka dibayar terlalu sedikit , mereka mungkin akan sering absen atau mengundurkan diri. Jika para karyawan menyadari bahwa mereka ternyata dibayar dengan upah yang sangat tinggi, mereka mungkin tidak akan bosan dan mengkompensasikannya dengan bekerja lebih keras.

e.    Kompensasi dan Efektivitas Organisasional
              Manajer sumber daya manusia dan spesialis kompensasi mestilah mengenali tiga poin pokok pada saat merancang, menerapkan, dan mengevaluasi suatu program kompensasi. Pertama, gaji umumnya merupakan faktor yang penting bagi karyawan dan sekurang-kurangnya akan mempunyai imbas terhadap pilihan pekerjaan, kepuasaan kerja, ketidakhadiran, perputaran karyawan, dan produktivitas. Arti penting dan dampak gaji akan bervariasi diantara karyawan-karyawan  tergantung pada variabel-variabel seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, situasi keluarga,dan faktor kultural, sosial, dan ekonomi lainya. Kedua, tenaga kerja akan senantiasa berubah dalam cara-cara yang agak dapat diprediksi. Ketiga,organisasi mengubah misi, tujuan, strategi, dan kebijakan sumber daya manusia. Implikasi bagi manajer sumber daya manusia berkenaan dengan tiga poin pokok ini adalah bahwa sistem gaji mestilah beradaptasi dengan perubahan tenaga kerja, organisasional, legal, serta kesempatan dan ancaman lingkungan lainya. Hal-hal esensial yang perlu di ingat adalah :
-       Program kompensasi akan menjadi semangkin disesuaikan dengan kebutuhan individu karyawan. Alasan utama adalah meningkatnya diversitas tenaga kerja.Tidak ada program gaji tunggal yang sama cocoknya bagi semua karyawan.
-       Perhatian yang lebih besar mesti diberikan terhadap gaji berdasarkan kinerja, pengetahuan, dan keahlian. Sebagai contoh, di bawah sistem gaji berbasiskan pengetahuan, seorang lulusan perguruan tinggi mungkin mendapatkan gaji yang lebih tinggi untuk sebuah pekerjaan yang membutuhkan gelar universitas. Hal tersebut karena keuntungan yang diperoleh organisasi bertambah karena memiliki orang yang berpendidikan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.Lebih jauh lagi, karena rencana penilaian kinerja semangki dirancang lebih baik dan sahih, akan lebih baik untuk mengaitkan keputusan gaji dengan penunaian pekerjaan.
-       Kebijakan, praktik, dan keputusan kompensasiharus dapat dipertahankan oleh orang-orang yang melaksanakan program manajemen sumber daya manusia. Hal ini berarti bahwa isu-isu gaji yang dapat diperbandingkan terhadap pekerjaan patut diperhatikan. Metode evaluasi pekerjaan yang digunakan untuk mengukur nilai pekerjaan bakal menjadi perhatian sentral.

f.     Kompensasi dan  Disiplin Kerja
              Dari beberapa difenisi dan konsep mengenai kompensasi diatas maka dapat dimengerti bahwa pembicaraan mengenai kompensasi tidak terbatas pada jenis kompensasi, baik dalam bentuk uang atau nonuang. Namun aspek lain yang lebih jauh, yaitu bahwa kompensasi berkaitan langsung dengan hal-hal yang bersifat psikologis. Dengan adanya program kompensasi  yang jelas, akan menjadi pendorong secara psikologis bagi seseorang pegawai untuk bekerja dengan baik. Dengan kata lain, kompensasi bisa digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi, disiplin, dan produktivitas kerja[48] ( Hasibuan, 2000;122)


              Di dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kompensasi mengacu pada kompensasi langsung (gaji, tunjangan, uang cuti, dan lain-lain), kompensasi tidak langsung (jaminan hari tua atau pensiun, jaminan tanggungan cacat, uang duka, jaminan perawatan, dan pengobatan) yang disebut juga sebagai kompensasi natura, serta kompensasi nonfinansial (kenaikan pangkat, senioritas, cuti, keadaan kantor, kewenangan untuk membuat keputusan, pujian maupun penghargaan dari pimpinan) yang kemudian disebut dengan kompensasi innatura, serta kompensasi yang berupa sanksi-sanksi yang diberikan oleh kepala sekolah kepada guru yang tidak disiplin atau yang melanggar aturan.

4.    Disiplin
              Disiplin (Siagian, 1998;305-307), merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh para anggota organisasi.Dengan demikian pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku karyawan sehingga para karyawan yang lain, serta meningkatkan prestasi kerjanya[49].
              Dalam suatu organisasi sederhana apapun bentuknya, terdapat dua jenis disiplin, yaitu disiplin yang bersifat preventif maupun yang bersifat tindakan yang mendorong para bawahan untuk taat pada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sedangkan pendisiplinan korektif lebih ditujukan kepada pemberian sanksi kepada bawahan atau sejumlah pelanggaran yang telah dilakukannya.
              Dengan kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakaan, dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi maka diusahakan pencegahan pelanggaran, dan jangan sampai para pegawai berperilaku negatif.
              Keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif ini, terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi. Disiplin pribadi ini agar semangkin kekal, sedikitnya diperlukan tiga hal yang perlu mendapat perhatian manajemen.
Pertama, para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi. Hal ini berarti, perlu ditanamkan perasaan kuat bahwa keberadaan mereka dalam organisasi bukan hanya sekedar mencari nafkah.dan bahwa mereka adalah anggota  keluarga besar organisasi yang bersangkutan. Kedua, para bawahan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati, dan standar yang harus dipenuhi. Ketiga, para bawahan didorong menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
              Disiplin, dikembangkan melalui human relations, motivations, renemeration ( penghargaan dan hukuman), serta comuniccation yang efektif sehingga tidak timbul salah paham. Penegakan disiplin dalam suatu organisasi merupakan suatu yang mutlak harus dilaksanakan, demi peningkatan kinerja organisasi.Dengan demikian, disiplin adalah penggunaan beberapa bentuk hukuman atau sanksi apabila bawahan menyimpang dari aturan[50] (Gibson 1996;322).
              Hasibuan (2000;194) berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan peraturan-peraturan yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang secara suka rela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas  dan tanggung jawabnya, sehingga dia akan mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak[51].
Sehingga seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya secara suka rela maupun terpaksa. Kedisiplinan diartikan jika karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku.Dalam menegakan kedisiplinan, peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawanya dalam menciptakan tata tertib yang baik dalam organisasi.Dengan tata tertib yang baik, semangkat kerja, moral kerja,  efesiensi, dan efektivitas kerja karyawan akan meningkat. Hal ini akan mendukung tercapainya tujuan organisasi. Jelasnya organisasi akan sulit mencapai tujuanya, jika pegawai tidak mematuhi peraturan-peraturan tersebut.
              Siagian (1998;301) menyebutkan bahwa agar supaya pendisiplinan dikalangan pegawai dapat tercapai, maka sanksi pendisiplinan harus diterapkan secara bertahap. Pendisiplinan secara bertahap yaitu dengan mengambil langkah yang bersifat sanksi pendisiplinan, mulai dari yang tingkat ringan hingga yang terberat[52]. misalnya :
a.    peringatan lisan;
b.    pernyataan tertulis perihal ketidakpuasan oleh atasan langsung;
c.    penundaan gaji berkala
d.    penundaan kenaikan pangkat;
e.    pembebasan dari jabatan
f.     pemberhentian sementara;
g.    pemberhentian atas permintaan sendiri;
h.    pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri; atau
i.      pemberhentian tidak dengan hormat.


              Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 mengatur dengan jelas kewajiban-kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Pegawai. Hal ini merupakan buktu disiplin yang ditanamkan kepada setiap pegawai.
              Pendisiplinan pegawai menurut Timpe (1999;407-408) yang merangkum pendapat Cameron yaitu dengan sanksi-sanksi yang dilaksanakan para pelanggar aturan secara bertahap tersebut, pada prinsipnya bertujuan untuk memperingatkan pegawai dengan jelas tentang perilaku yang diharuskan dan akibat-akibat pelangaran yang terus berlanjut[53].
              Sanksi-sanksi disiplin berbentuk simbiolis, yang berfungsi sebagai tolak ukur untuk menunjukkan tingkat keseriusan pelanggaran yang dipandang manajemen dan untuk menunjukkan di mana posisi bawahan pada rangkaian disiplin itu.
              Tujuan dari adanya sanksi disiplin ini adalah koreksi, yaitu dengan adanya tahap peringatan yang jelas tentang apa yang diperlukan dan akibat-akibat ketidakpatuhan. Jika digunakan sistem progresif yang demikian, para arbiter akan mengevaluasi sanksi terhadap norma arbitrasi untuk menentukan keadilansistem disiplin. Sanksi-sanksi harus diberikan secara progresif. Tindakan disiplin awal adalah tepat bagi pelanggaran, dan pelanggaran yang lebih tinggi pula. Namun demikian, pendisiplinan bawahan memerlukan sikap manajemen yang tepat. Karena masalah disiplin adalah masalah kepegawaian yang saling terkait.
              Pembinaan disiplin pegawai sebagai bentuk pembinaan sikap terhadap bawahan, adalah suatu bentuk upaya yang singkrom dengan keinginan dari pimpinan untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama, dengan cara yang positif. Sering hal tersebut tidak mungkin terjadi. Tujuan utama dari tindakan pendisiplinan, adalah memastikan bahwa perilaku bawahan telah konsisten dengan peraturan organisasi.
              Faktor-faktor yang umum mempengaruhi disiplin bawahan, meliputi dimensi individu (kemampuan, persepsi, motif, sasaran, kebutuhan, dan nilai); suasana motivasi dan kompensasi; dimensi kelompok (status, norma, keeratan, dan komunikasi); dan struktur organisasi. (termasuk unsur-unsur makro dalam pengendalian dan perencanaan).
              Prestasi kerja mempengaruhi sasaran-sasaran organisasi dan individu. Prestasi kerja bawaahan yang produktif, memberikan sasaran dan umumnya tidak memerlukan surat peringatan atau disiplin.Dan sebaliknya, prestasi kerja bawahan yang tidak produktif berasal dari sasaran-sasaran organisasi dan individu yang tidak terpenuhi.
              Selanjutnya Timpe (1999:426-428) merangkum pendapat yang dikemukakan oleh Richard Discenza dan Howard I. Smith. Menyebutkan bahwa ada beberapa prinsip yang dikenali secara konsisten membentuk dasar-dasar organisasi dalam program disiplin bawahan yang baik[54].
Prinsip-pronsip tersebut, adalah sebagai berikut.
1.     Komunikasikan standar
Kebijakan-kebijakan, standar dan prosedur-prosedur disiplin lama, dibuat secara tertulis dan dikomunikasikan kepada para bawahan.
2.    Mengumpulkan fakta-fakta
Para pimpinan harus mengumpulkan data-data faktual jika suatu pelanggaran terjadi. Jika tindakan disiplin tertantang, beban pembuktian terletak pada pimpinan untuk memperlihatkan bahwa  ada penyebab terhadap perlakuan yang demikian.
3.    Konsistensi
Disiplin harus diimplenentasikan secara konsisten. Jika tidak, akan muncul keraguan terhadap standar diantara pegawai. Para pimpinan harus menerapkan tindakan disiplin yang sama dalam keadaan-keadaan yang serupa.

4.     Ketetapan waktu
Hukuman disiplin harus diterapkan secepat mungkin setelah terjadi suatu pelangaran. Namun demikian, dalam keadaan dimana emosi sangat mudah meledak, maka penerapan terhadap prinsip ini dapat sedikit diperlonggar.
5.    Keadilan
Tindakan disiplin harus diterapkan dengan adil, sesuai dengan standar yang telah dilanggar. Pimpinan harus mampu memperlakukan bawahan dengan adl, jika program disiplin ingin berhasil. Penerapan-penerapan disiplin yng tidak adil akan merusak kinerja dan kepuasan kerja pegawai.
6.    Tindakan positif
Disiplin harus berorientasi pada tindakan korektif dan positif. Jika mungkin, disiplin harus memberi kesempatan bagi bawahan untuk memperbaiki kinerjanya.
7.    Pelaksanaan
Batas sejauh mana setiap prinsip sepenuhnya dilaksanakan dalam sebuah organisasi mungkin beragam dari tinggi rendah, tergantung pada pandangan yang diberikan pelaksana program  disiplin.

              Semua prinsip yang mengatur disiplin bawahan dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian program yang dibuat dengan baik, yaitu apabila para bawahan memperoleh penjelasan-penjelasan kebijakan dan peraturan disiplin dengan jelas dan ringkas.
              Organisasi dan perilaku adalah dimensi yang sangat penting di dalam mencapai program disiplin yang efektif. Bidang disiplin harus digabungkan dengan konsep-konsep manajemen yang terbentuk dengan lebih baik, agar kinerja bawahan memenuhi kebutuhan organisasi.



              Teori dan praktek disiplin dalam suatu organinsasi, dapat diperluas di masa depan. Dalam membimbing upaya baru dalam bidang ini, beberapa pengarahan baru bagi disiplin yang dapat dikenali, adalah sebagai berikut (Timpe, 1999:434-435)[55].
a)    Teori-teori motivasi dan praktek manajemen agar lebih menekankan interaksi pada disiplin. Penekanan harus diberikan pada perpaduan antara motivasi dengan disiplin. Setelah sintesis ini dicapai, maka analisis lebih jauh dilakukan tentang pengaruh motivasi dan disiplin terhadap kepuasan kerja.
b)    Suatu penelitian harus memastikan apakah ukuran organisasi, lingkunganya, struktur, dan varibel-variabel kontekstual lain perlu dimasukkan dalam model-model disiplin.
c)    Penelitian dapat mempelajari variabel-variabel proses disiplin, seperti intensitas hukuman atau jarak waktu hukuman terhadap pelanggaran. Hal ini untuk memperjelas pengaruh mereka dalam mengendalikan dan mencegah masalah-masalah dimasa yang akan datang.
d)    Frekuensi perilaku organisasi yang tidak diinginkan (mangkir, mencuri, dan sebagainya) sebagai variabel yang moderet bebas dari kemampuan untuk mencapai disiplin yang efektif, harus dibuat dengan jelas.
e)    Analisis variabel kepribadian para pemimpin seperti agresi, dominasi, dan otonomi memperlihatkan gaya disiplin dengan nilai yang relatif tinggi.
f)     Pemeriksaan disiplin masa depan, meliputi penelitian masalah-masalah moral dalam penerapan disiplin. Falsafah  yang mendasari disiplin adalah pengendalian individu.
g)    Frekuensi perilaku yang tidak diinginkan dari orang-orang yang sebelumnya tidak dikenakan tindakan disiplin sama seperti bawahan lainnya.
              Program disiplin yang efektif akan berpengaruh kuat terhadap pelaksanaan pekerjaan yang telah tersusun dalam satu jaringan kerja (network). Ketepatan penyelesaian salah satu pekerjaan menjadi prasyarat bagi kegiatan berikutnya, dan sebaliknya keterlambatan pada salah satu kegiatan akan menggangu kegiatan lain. Dengan cara yang demikian, maka segala aktivitas yang dilaksanakan dapat terselenggara dengan teratur dan  tertib, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
              Adanya disiplin yang tinggi dalam jaringan kerja akan mempermudah para pegawai dalam menyusun rencana kerja yang pasti, dan  semua aktivitas dapat terlaksana dengan pasti pula. Disiplin sangat diperlukan bagi setiap organisasi agar kinerja pegawai memiliki kontribusi kuat pada kinerja organisasi.
              Program disiplin yang efektif akan memberikan motivasi yang kuat terhadap kinerja pegawai dalam upayanya memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Para pegawai yang sukses dalam karier mereka, pada umumnya terobsesi dan tersosialisasi pada program disiplin yang efektif ini.
              Dari uraian diatas maka pengertian disiplin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap atau tingkah laku seorang guru yang mencerminkan tingkat kepatuhan atau ketaatanya pada berbagai ketentuan yng berlaku, dan tindakan korektif terhadap pelanggaran atas ketentuan atau standar yang telah ditetapkan.
              Disiplin merupakan tingkatan loyalitas seorang pegawai atau staf selaku bawahan yang dilandasi adanya kesadaran dan tanggung jawab terhadap tugas dan tanggungjawabnya secara rasional, cermat, dan tertib. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa disiplin sangat berpengaruh terhadap kualitas pencapaian tujuan organisasi.



              Sedangkan kedisiplinan guru, menurut Buku Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar, Depdikbud, 1995/1996, dapat diuraikan sebagai berikut.
a)    Hadir di sekolah 15 menit sebelum pelajaran dimulai dan pulang setelah jam pelajaran selesai
b)    Menandatangani daftar hadir
c)    Mengatur siswa yang akan masuk kelas dengan berbaris secara teratur
d)    Hadir dan meningalkan kelas tepat waktu
e)    Melaksanakan semua tugasnya secara tertib dan teratur
f)     Membuat program catur wulan
g)    Membuat persiapan mengajar sebelum mengajar
h)   Mengikuti upacara haribesar agama/nasional dan acara lainnya yang diadakan oleh sekolah
i)     Memeriksa setiap pekerjaan siswa atau latihan siswa serta mengembalikan kepada siswa.
j)     Menyelesaikan administrasi kelas secara baik dan teratur
k)    Tidak meninggalkan sekolah tampa seijin kepala sekolah
l)     Tidak mengajar disekolah lain tampa ijin pejabat yang  berwen ang
m)  Melaksanakan ulangan harian minimal tiga kali dalam satu catur wulan dan ulangan umum setiap akhir catur wulan
n)   Tidak merokok selama dalam lingkungan sekolah
o)    Mengisi buku batas pelajaran setiap usai pelajaran
p)    Mengisi buku agenda guru
q)    Berpakaian olah raga selama memberikan pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan
r)     Mempersiapkan dan memeriksa alat yang akan dipergunakan dalam pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan serta mengembalikan ketempat semula.
s)    Mengawasi siswa selama jam pelajaran
t)     Mengikuti senam yang dilaksanakan bersama-sama siswa di kelasnya.
u)   Berpakaian rapi dan pantas sesuai peraturan yang berlaku
v)    Mencatat kehadiran siswa setiap hari
w)   Melaksanakan 6k
x)    Memeriksa kebersihan anak secara berkala
y)    Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan memberikan program pengayaan yang mempunyai kecakapan lebih
z)    Mengatur perpindahan tempat duduk siswa secara berkala
              Menurut buku tersebut, disebutkan bahwa para guru sekolah dasar hanya dapat berdisiplin dengan baik, apabila mereka berada dalam satu lingkungan kerja yang memuaskan perasaan mereka. Hal ini harus dijamin oleh suatu manajemen pendidikan yang baik, termasuk kepemimpinan kepala sekolah yang baik. Dalam penelitian ini, disiplin guru diukur sebagai gambaran loyalitas bawahan, yang dilandasi adanya kesadaran dan tangung jawab terhadap tugas secara rasional, cermat, dan tertib yang diukur dengan beberapa indikator, antara lain :
1.    kehadiran guru pada hari-hari kerja
2.    ketepatan waktu masuk dan pulang kerja
3.    ketaatan guru terhadap peraturan-peraturan, prosedur kerja yang berlaku
4.    melaksanakan segala perintah atasanya
5.    mentaati jam kerja yang telah ditentukan
6.    melaksanakan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada guru dan,
7.    bekerja dengan jujur, cermat, dan bersemangat.

             





B.   Kerangka Berpikir/Paradigma
              Faktor kepemimpinan kepala sekolah akan berpengaruh terhadap kedisiplinan guru selaku bawahannya. Hal ini disebabkan karena tingkat kedisiplinan guru bisa tumbuh tergantung dari bagaimana seorang kepala sekolah agar mendorong timbulnya kemauan yang kuat dan penuh semangat serta percaya diri para guru, memberikan bimbingan dan mengarahkan para guru, memberi kepercayaan dan keyakinan kepada para guru, bahwa apa yang dilakukannya adalah benar. Memberi kesempatan dan peluang untuk maju, demi kemajuan organisasinya, serta memberikan sugesti dan menciptakan rasa aman bagi para guru selaku bawahan. Dengan demikian maka kesadaran untuk  berdisiplin itu bisa tumbuh bukan karena perasaan terpaksa, atau dipaksa oleh keadaan, namun karena kesadaran dari dalam diri pribadi guru tersebut.
              Dengan adanya motivasi untuk berprestasi dari para guru, akan meningkatkan kedisiplinan guru. Hal ini disebabkan karena untuk memenuhi keinginannya  untuk berpremstasi, dituntut untuk melaksanakan tugas-tugas dan tanggungjawabnya dengan penuh disiplin. Dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi, maka diharapkan akan mampu meraih prestasi yang hendak dicapai atau hendak diraih oleh para guru.Selain kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi berprestasi, faktor kompensasi dari kepala sekolah juga berpengaruh positif terhadap kedisiplinan kerja guru.
              Semakin baik ke pemimpinan kepala sekolah menurut pandangan guru, dan adanya kompensasi yang diterima oleh para guru.akan makin baik pula tingkat kedisiplinan para guru   selaku bawahanya.Demikian pula dengan semakin tinggi tingkat motivasi untuk berprestasi dari  para guru, akan  makin tinggi pula tingkat kedisiplinanya.
              Secara bersama-sama, ketiga faktor ini yaitu kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi, dan kompensasi akan mempengaruhi tingkat kedisiplinan para guru didalam melaksanakan tugas-tugasnya.
C.   Hipotesis Penelitian
            Dari kajian teoritik, hasil penelitian terdahulu yang relevan, dan kerangka pikir, serta paradigma di atas, maka dapat diajukan suatu hipotesis sebagai berikut :
1.    Ada pengaruh dari kepemimpinan kepala sekolah terhadapkedisiplinan guru sekolah dasar
2.    Ada pengaruh dari motivasi berprestasi guru terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar
3.    Ada pengaruh dari kompensasi terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar
4.    Ada pengaruh dari kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi
      guru, dan kompensasi terhadap kedisiplinan guru sekolah dasar.   
5.    Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh paling dominan terhadap  kedisiplinan guru sekolah dasar.

















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.   Lokasi Peneltian
              Penelitian ini adalah ekspose faktor, dengan variable X1, adalah Kepemimpinan Kepala Sekolah, X2 adalah Motivasi Berprestasi Guru X3, adalah Kompensasi dari kepala Sekolah, dan Y adalah Kedisiplinan Guru.
              Adapun paradigma penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut.
















1.    Objek penelitian
Dalam penelitian ini, objek penelitian adalah sekolah dasar (SD) yang berada di wilayah kecamatan Samarinda  Seberang, Kota Samarinda .
2.   Subjek penelitian
Sedangkan subjek penelitian hádala para guru SD di wilayah kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda.


B.   Populasi dan Sampel Penelitian
              Populasi dalam penelitian ini hádala SD di Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, yaitu jumlah 32 ( tiga puluh dua ).
              Pengambilan sampel akan menggunakan teknik pengambilan secara acak  (random sampling) (Suharismi, 1998;120), yang akan mengambil sejumlah 20 (dua puluh) SD.
              Subjek penelitian dalam penelitian ini adala h para guru dari SD sampel. Masing-masing sejumlah 6 (enam) orang dari masing-masing SD sampel. Sehingga jumlah guru yang akan dijadikan sampel adalah 6 (enam) orang x 20 (dua puluh) SD sampel = 120 orang dguru. 

C.   Variabel Penelitian
              Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi, dan kompensasi terhadap kedisiplinan guru, maka variable penelitianya adalah :
1.    Variabel Bebas (Indenpenden), yaitu kepemimpinan kepala sekolah, motivasi berprestasi, dan kompensasi dari kepala sekolah.
         Komponen yang dinilai dari masing-masing variable adalah sebagai   berikut.

a.   variabel kepemimpinan kepala sekolah, yaitu persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah.
1)     kemampuan kepala sekolah sebagai edukator, diukur dari :
(a)       kemampuan membuat Persiapan Mengajar,
(b)       kemampuan mengajar,
(c)       kemampuan mengevaluasihasil relajar, dan
(d)       kemampuan memberikan perbaikan dan pengayaan lepada siswa;



2)     kemampuan kepala sekolah sebagai manager, diukur dari;
(a)   kemammpuan menentukan visi, misi, dan tujuan  sekolah,
        (b)  kemampuan memimpin rapat-rapat, dan
     (c)  kemampuan mengambil keputusan.
3)     Kemampuan kepala sekolah sebagai advisor, diukur dari;
(a)   kemampuan pemberian saran, dan
(b)   kemampuan mengarahkan guru;
   4)   kemampuan kepala sekolah sebagai supervisor, diukur dari;
(a)  kemampuan mengarahkan pencapaian target kurikulum,
       (b) kemampuan memberikan penilaian mengenai kegiatan pembelajaran dan,
(c)  kemampuan mengkoordinasikan kegiatan pengajaran;
   5)   kemampuan kepala sekolah sebagai leader, diukur dari;
(a)  sebagai sosok panutan dan teladan bagi para guru,
(b)  kemampuan menciptakan lingkungan kerja yang produktif,
       (c) kemampuan menjalin hubungan personal/ kekeluargaan dengan bawahan;
   6)   kemampuan kepala sekolah sebagai inovator, diukur dari;
(a)   kemampuan berkreativitas,
      (b) kemampuan menciptakan sesuatu sebagai daya tarik  sekolah, dan
      (c) kemampuanmendayagunakan sarana prasarana sekolah yang terbatas;
  7)   kemampuan kepala sekolah di bidang motivator, diukur dari;
(a) kemampuan memberikan dorongan kepada guru dalam rangka upaya peningkatan kinerja, dan
(b) kemampuan memberikan dorongan kepada guru dalam rangka peningkatan SDM.


     b. variabel motivasi berprestasi para guru, ditinjau dari tingkat kemauan,tanggung jawab, dan keberanian guru untuk mengambil resiko.
1)  tingkat kemauan guru, diukur dari;
(a) rela berkorban,
(b) tidak putus asa, dan
(c) bertumpu pada kebenaran;
2)  tanggungjawab guru, diukur dari;
(a) penyelesaian tugas-tugas,
(b) menjunjung tinggi kepercayaan, dan
(c) pelaksanaan tugas dengan kesadaran tampa pengawasan;
3)  keberanian guru untuk mengambil resiko, diukur dari;
(a) daya kreasi,
(b) pentang menyerah, dan
(c) aktif dalam pemberian saran.

c.  variabel kompensasi, ditinjau dari penghargaan (reward), dan sanksi (punishment).
1)  penghargaan (reward) yang diperoleh dari kepala sekolah, diukur dari ;
(a) adanya pengakuan dari kepala sekolah atas prestasi,
(b) bersifat vertebalitas (berujud perkataan atau perbuatan),
(c) berbentuk nonminalitas (berujud nilai atau barang);
2)  sanksi (punishment) yang diberikan oleh kepala sekolah, diukur dari;
(a)  menindak semua pelanggar, dan
(b)  bersifat progresif ( makin tinggi tingkat pelanggaran, makin berat sanksi);


2. Variabel Terikat (Dependent), yaitu disiplin guru, yang ditinjau dari   ketaatan pada aturan, pelaksanaan tugas-tugas, dan etos kerja guru.
a.   ketaatan guru pada aturan, diukur dari :
1) pelaksanaan aturan kepegawaian,
2) pelaksanaan keputusan hasi rapat dan
3) pelaksanaan kesepakatan hasil permufakatan;
b.   pelaksanaan tugas-tugas guru, diukur dari :
1) penyelesaian tugas dan kewajiban yang menjadi kewenangnnya
2) pelaksanaan perintah atasan (kepala sekolah), dan
3) pengutamaan tugas dari pada kepentingan pribadi;
c.   tingkat kepemilikan etos kerja guru, diukur dari;
1) kejujuran,
2) ketelitian dan kecermatan, dan
3) dedikasi dan semangat verja

D.   Teknik Pengumpulan Data
              Dalam penelitian ini, metode/teknik pengumpulan data guna memperoleh informasi yang diperlukan adalah dengan berbagai metode.
              Adapun data yang dibutuhkan dan cara memperoleh data tersebut, adalah sebagai berikut :

1.    Data Primer
              Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari empat bagian yaitu angket yang berisi tentang kepemimpinan kepala sekolah, motivasi prestasi, kompensasi, dan anket disiplin kerja yang akan diisi oleh guru sebagai responden. Teknik pengumpulan data dengan cara ini yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk dijawab dengan memilih salah satu jawaban yang disediakan.

              Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur instrumen penelitian ini adalah dengan menggunakan skala likert dalam bentuk checklist mulai dari jawaban sangat setuju sampai jawaban sangat tidak setuju. Dari kuisioner akan didapatkan data tentang faktor kepemimpinan, motovasi, kompensasi, dan disiplin dengan skor sebagai berikut :
- Sangat setuju                : 5
- Setuju                             : 4
- Agak setuju                    : 3
- Tidak setuju                   : 2
- Sangat tidak setuju       : 1

2   Data sekunder
              Data sekunder yaitu data yang didapat dari sumber-sumber yang berkaitan dengan objek yang diteliti, seperti informasi-informasi yang diperoleh dari para kepala sekolah, guru, maupun penjaga/pesuruh. Selain itu, untuk mendapatkan landasan teori, pemikiran, serta data empiris akan mengambil data yang bersumber dari buku-buku literatur, dan laporan-laporan yang ada di Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Samarinda Seberang.

E.   Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Penelitian
1.    Uji Validitas
              Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesasihan suatu instrumen. Dengan demikian suatu instrumen yang valid atau sahih menpunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrmen dikatakan kurang valid berarti mempunyai validitas rendah.
              Untuk memperoleh instrumen yang valid dalam penelitian ini, peneliti berusaha bertindak hati-hati mulai sejak awal penyusunan-penyusunan instrumennya.

              Instrumen daftar pertanyaan mula-mula disusun variabel-variabelnya. Selanjutnya setelah daftar pertanyaan diisi oleh responden, skor jawaban diuji validitasnya. Validitas yang dimaksudkan adalah untuk menguji apakah ada kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen serta keseluruhan. Dengan demikian uji validitasnya digunakan validitas internal yang dilakukan dengan cara mengkorelasikan antar masing-masing butir pertanyaan terhadap skor totalnya.
              Untuk memperoleh hasil pengujian yang benar-benar valid, maka dalam proses pengolahannya penulis menggunakan Program SPSS 11,5 Versi Window 2000.
              Untuk mengetahui validitas daftar pertanyaan ini dilakukan dengan menghitung korelasi antar skors masing-masing butir pertanyaan dengan total skors. Alat analisisnya adalah koefisien korelasi Product Moment Pearson yang diperoleh dengan menggunakan alat bantu program Statistick Product and Service Solucation (SPSS) Versi 11.5 Realese Window 2000.Dalam penelitian ini uji angket diuji cobakan kepada 30 orang responden (guru), cara mengetahui butir pertanyaan dalam kuesioner yang disusun valid atau tidak adalah dengan membandingkan nilai r hitung dan Sig (2-tailed) dari masing-masing butir pertanyaan dengan taraf (a = 5%). Dengan menggunakan taraf signifikan a=5% dan df = K-2 = 30-2 = 28 diperoleh nilai r tabel = 0,374. Jika nilai hitung  > rtabel atau Sig (2-Taailed) lebih kecil dari taraf signifikan  5%, maka butir pertanyaan dalam kuesioner adalah valid.

2.    Uji Reliabilitas
              Relibialitas menunjuk pada pengertian bahwa suatu instrumen cukuk  dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabilitas yang diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali hasil pengetesan.

              Sebagaimana halnya dengan pengujian validitas, proses pengujian reliabilitas  juga menggunakan program yang sama, yaitu dengan menggunakan Program SPSS Versi Window, sehingga hasil pengujian yang diperoleh akan benar-benar valid dan reliabel.
              Releabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Misalkan seseorang mengukur panjang jarak dua buah bangunan dengan dua jenis alat ukur, yang satu adalah dengan menggunakan jumlah langkah kaki. Setiap alat pengukur digunakan sebanyak dua kali untuk mengukur jarak yang sama, besar sekali kemungkinannya akan tidak sama karena besar langkah antara pengukur yang pertama dengan pengukur yang kedua mungkin berlainan. Dari contoh diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa meteran adalah alat pebngukur yang reliabel, sedangkan langkah kaki adalah alat pengukur yang kurang reliabel.
              Dalam penelitian ini uji reliabilitas dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja. Program SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (a). Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha>0,60 (Suharsimi,1998;123)[56].

3.    Uji Asumsi
              Tujuan dari dilakukannya uji adalah agar diperoleh persamaan yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Maka variabel-variabel yang ada terlebih dahulu akan diuji dengan uji normalitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas, serta multikolinieritas.




4.    Uji Normalitas
              Tujuan dilakukanya uji normalitas adalah untuk menguji apakah variabel penganggu memiliki distribusi normal atau tidak, sehingga apabila variabel penganggu memiliki distribusi normal maka uji t dan uji f dapat dilakukan.Uji mormalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Jarque-Bera.

5.    Uji Autokorelasi
              Autokorelasi adalah keadaan di mana variabel gangguan pada peride tertentu berkolerasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Faktor-faktor penyebab autokolerasi antara lain adalah kesalahan dalam pembentukan model. Penggunaan lag pada model, dan tidak memasukkan variabel yang penting, akibat dari adanya autokorelasi adalah parameter yang distimesi menjadi biasa dan variannya tidak minimum, sehingga tidak efesien. Untuk mengetahui tidak adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson statistik. Hipotesis yang digunakan adalah :
Ho          = tidak ada autokorelasi (baik positif maupun negatif)
D<dl        = tolak Ho (ada autokorelasi positif)
d>4-dl     = tolak Ho (ada Ho autokorelasi negatif)
du<d<4-du  = terima Ho (tidak ada autokorelasi)

6.    Uji Heteroskedastisitas
              Heteroskedastisitas terjadi apabila variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastistion dapat dilakukan uji White maupun uji Gleser. Uji Gleser dapat dilakukan dengan meregrasi nilai absolut residual sebagai variabel dependem dengan semua variabel independem dalam model. Jika siknifikan berarti ada heteroskedastisitas.


7.    Uji Multikolinieritas
              Multikolonieritas adalah suatu keadaan dimana salah satu atau lebih variabel independem dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel independem lainnya.Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolineritas adalah dengan melakukan regresi antarvariabel penjelas, jika signifikan berarti terdapat multikolinerritas. Namun berdasarkan pada Klein’s rule of Thumb, jika nilai R2 dari regrasi awal lebih besar dari nilai R2 dari regrasi antarvariabel penjelas, maka multikolinieritas dapat diabaikan.Multikolineritas juga dapat dideteksi dengan melihat nilai VIF (Variance inflacation Factor). Jika nikai VIF lebih dari 5, maka terjadi gejala multikolinieritas.

F.    Teknik Analisis Data
1.    Statistik Deskriptif
Pembahasan dalam statistik deskritif lebih berhubungan dengan pengumpulan dan peringkasan data, serta penyajian hasil ringkasan tersebut. Data yang diperoleh dari hasil penelitian merupakan data mentah yang masih acak dan tidak terorganisir dengan baik. Data tersebut harus diringkas dalam bentuk tabel sebagai dasar untuk berbagai pengambilan keputusan (statistik inferensi). Dalam statistik deskriptif ini secara ringkas akan dapat diketahui mean skor dari masing-masing variabel, median, modus, nilai skor maksimum, maupun nilai skor minimum.

2.     Analisis Regresi Berganda
Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari masing-masing variable terhadap kedisiplinan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

 = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3

Keterangan:
Y     = skor ramalan dari variable tidak bebas (disiplin Kerja)
X1   = skor variabel bebas 1 (Kepemimpinan)
X2   = skor variabel bebas 2 (Motivasi berprestasi)
X3   = skor variabel bebas 3 (Kompensasi)
B0   = besarnya perubahan Y yang tidak dipengaruhi oleh X1 dan X2
B1    = besarnya perubahan Y dan X1 berubah satu satuan,
          sedangkan X2 dan X3 dibuat constan
B2 = besarnya perubahan pada Y dan X2berubah satu satuan
          sedangkan X1dan X2 dibuat constan
B3    = besarnya perubahan pada Y dan X3 berubah pada satuan
          sedangkan X1 dan X2 dibuat constan

3.     Menilai Goodness Of Fit (Tingkat Ketepatan)
Ketepatan fungsi regresi sample dalam menaksir nilai actual dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistic, setidaknya ini dapat diukur dari nilai statistic t, nilai statistic F, dan koefisien determinasnya.
Suatu perhitungan statistic disebut signifikan secara statistic apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya, disebut juga signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Hoditerima.
a)     Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistic t pada dasarnya menyunjukan seberapa jauh pengaruh satu variable penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variable terikat. Hipotesis noi (Ho) yang hendak diuji adalah apakah suatu baremeter (bi) sama dengan nol, atau :
Ho : bi = 0
Artinya, suatu variable independem bukan merupakan penjelas yang siknifikan terhadap variable dependen.
Hipotesis alternatifnya (Ha), parameter suatu variable tidak sama dengan nol, atau :
Ha : bi = 0
Artinya, variable tersebut merupakan penjelas yang siknifikan terhadap variable dependen.
             
b)     Uji statistik F
Uji statistik Fpada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol.
Ho : b1 = b2 ...... bk = 0
Artinya, semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang siknifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha), tidak semua para meter secara bersama-sama dengan nol.
Ha:b1=b2.....bk=0
Artinya, semua variabel independen secara bersama-sama merupakan penjelas yang siknifikan terhadap variabel pependen.
c)     Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan  model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah di antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabeldependensangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi dari variabel dependen.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, A.H., & Kyprianou, A, International Organizational Behavior, Cambridge, Massachussets, USA : Blacwell, 1994

D.   Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung : Rosda, 2004

Fuchrudi, I.S., Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, Jakarta : AIDA, 1984

Gibson, A., Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur dan Proses, Jakarta : Bumi Aksara, 1996

Gitosudarmo, I., dan N. Sudito, Manajemen Bisnis, Yogyakarta : BPFE, 1997

Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2003

Hasibuan, M., Managemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara, 2000

Lawler III, E.E. New Approaches to Total Compensation dalam Richard M. Steers & Lyman W. Porter, Motivation and Work Behavior         (pp. 276-277), USA : Mc. Graw-Hill Book Company, 1983

Lezotte, L.W., Correlates of Effective School : The First and Second Generation. (Versi Electronic). Effective Schools Product, Ltd., Okemas : MI, 1-6, 1991

Lowe, P., & Lewis, R., Management Development Beyond The Fringe, London : Kogan Page, Ltd., 1994

Mangkunegara, A., Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung : Rosdakarya, 2001

M. As’ad, Seri Ilmu Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Liberty, 1986

Miller, L.M., Manajemen Era Baru, Jakarta : Erlangga, 1987

Moehammad Idoeh Anwar, Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan, Bandung : Alfabeta, 2003

Oemar Hamalik, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan, Jakarta : Bumi Aksara, 2000

Robbins, S.P., Essentials Of Organizational Behavior, New Jersey, USA : Prentice-Hall International, Inc., 1992

Siagian, S.P., Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara, 1998

Suharsimi, A., Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 1998

Timpe, A.D., Memotivasi Pegawai, Jakarta : Elexmedia Komputindo Kelompok Gramedia, 1991

Yukl, G.A., Leadership in Organizations. New Jersey, USA : Prentice Hall, Inc., 1989




 
































LAMPIRAN-LAMPIRAN
 












[1] Friere, P, Politik Pendidikan. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar dan READ, 1999), h.9
[2] Robbins, S.P,  Essensials of Organizational Behavior. New Jersey (USA : Prentice-Hall International, Inc. 1992), h.46
[3] Miller, L.M, Manajemen Era Baru. (Jakarta : Erlangga, 1987), h.123
[4] Maryoto, S. Metodologi Penelitian Pendidikan (Yogyakarta : BPFE, 2000), h. 166
[5] Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia (Yogyakarta : BPFE, 1993), h.294
[6] Yukl, G.A, Leadership in Organization (New Jersey, USA : Prentice Hall, Inc., 1989), h.3
[7] Lowe, P & Lewis, R, Management Development Beyond The Fringe (London : Kogan Page Ltd., 1994) h.47
[8] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press., 2003), h.20
[9] Fuchrudi, I.S, Pengantar Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta : AIDA, 1984), h.7
[10] M. As’ad, Seri Ilmu Sumber Daya Manusia (Yogyakarta : Liberty, 1986), h.2-3
[11] Sutarto, Dasar-Dasar Organisasi (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1995), h.23-24
[12] Kusmintardjo, Dasar-Dasar Manajemen (Kepemimpinan)(Yakarta : Depdikbud, 1998), h.13
[13] Moehammad Idoeh Anwar, Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan
   (Bandung : Alfabeta, 2003), h.70
[14] Lezotte, L.W, Correlates of Effective Schools (The First and Second Generation, 1991), h.3
[15] S. Atmodiwiro dan Totosiswanto, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Semarang : Adhi Waskita, 1991), h.73
[16] E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung : Rosda, 2004), h.98
[17] Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), h.170-174
[18] Siagian, S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta : Bumi Aksara, 1998), h.34
[19]   Anderson, A.H, & Kyprianou, A., Effective Organiszational Behavior (USA : Blackweel, 1994), h.63-64
[20]  Ibid., h.65
[21] Timpe, A.D., Memotivasi Pegawai (Jakarta : Elexmedia Komputindo, 1991), h.445
[22] Gitusudarmo, I, dan N. Sudito, Manajemen Bisnis (Yogyakarta : BPFE, 1997), h.28
[23] Moekiyat, Fungsi-Fungsi Manajemen (Bandung : Mandar Maju, 2000), h.63
[24] M. As’ad, of.cit., h.45
[25] Oemar Hamalik, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Manajemen Pelatihan Ketengakerjaan (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), h.72
[26] Moekiyat, loc.cit.,h.70-71
[27] Gitusudarmo, I, dan N. Sudito, op.cit., h.28
[28] Oemar Hamalik, op.cit., h.72-74
[29] Timpe, A.D., op.cit., h.209
[30] Ibid., h.121
[31] Hasibuan, M., Managemen Sumber Daya Manusia (Jakarta : Bumi Aksara, 2000),h.142-143
[32] Ibid., h.142-143
[33] Robbins, S.P., Essentials Of Organizational Behavior (New Jersey, USA : Prentice-Hall International, Inc., 1992), h.45-46
[34] Gitosudarmo dan Sudito., op.cit., h.32-34
[35] Hasibuan, M., op.cit., h. 157
[36] Robbins, S.P., op.cit., h.50
[37] Siagian, S.P., op.cit., h.292
[38] Robbins, S.P., op.cit., h.47
[39] Mangkunegara, A., Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung : Rosda Karya, 2001), h.103
[40] Hasibuan, M., op.cit., h.118-119
[41] Mangkunegara, A., op.cit,. h.83
[42] Miller, L.M., Manajemen Era Baru (Jakarta : Era Baru, 1987), h.87
[43] Mangkunegara, A., op.cit,. h.84
[44] Lawler III, E.E., New Approaches to Total Compension dalam Richard. M. Steers & Lyman W.Porter. Motivation and Work Behavior (USA : Mc.Graw-Hill Book Company, 1983), h.276
[45] Ibid., h. ..
[46] Hasibuan, M., op.cit., h.122-123
[47] Lawler III, E.E., op.cit., h.287
[48] Hasibuan, M., op.cit., h.122

[49] Siagian, S.P., op.cit., h.307
[50] Gibson, A., Organisasi dan Manajemen, Perilaku Struktur dan Proses (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), h.322
[51] Hasibuan, M., op.cit., h.194

[52] Siagian, S.P., op.cit., h.301

[53] Timpe, A.D., op.cit., h.407-408

[54] Ibid., h.426-428
[55] Ibid., h.434-435

[56] Suharsimi, A., Prosedur Penelitian (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), h.123

Tidak ada komentar:

Posting Komentar