Jumat, 22 Oktober 2010

PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN NASIONAL


RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8, Pasal 9, Pasal
                    54 ayat (3), Pasal 55 ayat (5), dan Pasal 56 ayat (4) Undang-Undang
                    Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu
                    menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Peranserta Masyarakat
                    dalam Pendidikan Nasional;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
                      Tahun 1945;
                  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
                      tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun
                      2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                      TENTANG PERANSERTA MASYARAKAT DALAM
                      PENDIDIKAN NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.     Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
2.     Peranserta masyarakat adalah perwujudan partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan.
3.     Kelompok masyarakat adalah kumpulan anggota masyarakat yang tidak berbadan hukum.
4.     Organisasi profesi adalah kumpulan anggota masyarakat yang memiliki keahlian tertentu yang berbadan hukum dan bersifat non-komersial.
5.     Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
6.     Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
7.     Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
8.     Pemerintah adalah pemerintah pusat.
9.     Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.
10.  Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
BAB II
LINGKUP PERANSERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Fungsi Peranserta Masyarakat
Pasal 2
Fungsi peranserta masyarakat, sejajar dengan fungsi Pemerintah dan Pemerintah Daerah, adalah meningkatkan penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Bagian Kedua
Komponen Peranserta Masyarakat
Pasal 3
(1) Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi peranserta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan.
(2) Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat.
(4) Peranserta masyarakat dalam pengendalian mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup partisipasi dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan yang dilaksanakan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/ Madrasah atau nama lain yang sejenis.
Pasal 4
(1) Peranserta perseorangan, kelompok, dan keluarga sebagai sumber pendidikan dapat berupa kontribusi pendidik dan tenaga kependidikan, dana, beasiswa, sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu pendidikan kepada satuan pendidikan baik formal maupun nonformal.
(2) Kontribusi pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bantuan tenaga tetap maupun tidak tetap yang biayanya dibebankan kepada perseorangan, kelompok maupun keluarga tersebut.
(3) Kontribusi dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kontribusi untuk investasi dan biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
(4) Kontribusi sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemberian peralatan pendidikan, hibah tanah dan/atau gedung, serta pemenuhan kebutuhan peralatan pendidikan secara terus menerus maupun sesekali waktu.
(5) Peranserta organisasi profesi sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan tenaga ahli dalam bidangnya dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal maupun nonformal baik secara terus menerus maupun sesekali waktu dalam pengembangan kurikulum efektif maupun dalam pembelajaran.
(6) Peranserta pengusaha sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan fasilitas sarana prasarana pendidikan, sumbangan dana, pemberian beasiswa, dan narasumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal maupun nonformal secara terus menerus maupun sesekali waktu utamanya kepada satuan pendidikan di lingkungannya.
(7) Peranserta organisasi kemasyarakatan sebagai sumber pendidikan dapat berupa pemberian beasiswa dan narasumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal maupun nonformal secara terus menerus maupun sesekali waktu.
Pasal 5
(1) Peranserta perseorangan, kelompok, atau keluarga sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa partisipasi dalam pengelolaan pendidikan.
(2) Partisipasi dalam pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa keterlibatan sebagai pemilik dan/atau pengurus penyelenggara pendidikan atau badan hukum penyelenggara pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Peranserta organisasi profesi sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa pembentukan lembaga evaluasi dan/atau lembaga akreditasi mandiri sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan.
(4) Peranserta pengusaha sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa pelaksanaan sistem magang, pendidikan sistem ganda, dan/atau kerjasama produksi dengan satuan pendidikan sebagai institusi pasangan.
(5) Peranserta organisasi kemasyarakatan sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa penyelenggaraan, pengelolaan, pengawasan, dan pembinaan satuan pendidikan.
Pasal 6
Peranserta pengusaha sebagai pengguna hasil pendidikan dapat berupa kerja sama pengusaha dengan satuan pendidikan dalam penyediaan lapangan kerja bagi para lulusan, pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan dari satuan pendidikan tinggi, dan kerja sama pengembangan jaringan informasi kebutuhan dunia usaha, dunia kerja, dan industri.
BAB III
PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT
Pasal 7
(1) Pendidikan berbasis masyarakat dilaksanakan pada satuan pendidikan formal dan nonformal swasta pada semua jenjang dan jenis.
(2) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, sosio-ekonomi, dan sosio-kultural untuk kepentingan masyarakat.
Pasal 8
Kurikulum, evaluasi, manajemen, dan pendanaan satuan pendidikan formal dan nonformal dengan kekhasan agama, sosio-ekonomi, dan sosio-kultural dikembangkan oleh satuan pendidikan sesuai kekhasan masing-masing dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Pasal 9
(1) Pendanaan penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat diatur dalam peraturan pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan.
(2) Pendanaan dalam rangka program wajib belajar berbasis masyarakat diatur dalam peraturan pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan.
Pasal 10
(1) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat pada jalur pendidikan formal dan nonformal dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(2) Bantuan teknis penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.
(3) Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi.
(4) Bantuan sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan dan sarana dan prasarana pendidikan.
(5) Bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya secara adil dan merata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3) dan (4) adalah perlakuan yang sama dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah pada satuan-satuan pendidikan dan daerah-daerah yang membutuhkan bantuan tersebut sesuai kemampuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(6) Tata cara mengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
DEWAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Fungsi dan Sifat
Pasal 11
(1) Dewan Pendidikan Nasional berfungsi memberikan pertimbangan dan arahan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan kepada Menteri, dalam proses perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi hasil pendidikan di tingkat nasional.
(2) Dewan Pendidikan Provinsi berfungsi memberikan pertimbangan dan arahan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan kepada Gubernur, dalam proses perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi hasil pendidikan di tingkat provinsi.
(3) Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota berfungsi memberikan pertimbangan dan arahan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan kepada Bupati/Wali Kota, dalam proses perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi hasil pendidikan di tingkat kabupaten/kota.
Pasal 12
(1) Dewan pendidikan bersifat peka memperhatikan keluhan, saran, kritik dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam upaya meningkatkan mutu layanan pendidikan.
(2) Dewan Pendidikan menyelenggarakan pertemuan dengan masyarakat dalam rangka memperhatikan aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun.
Pasal 13
(1) Dewan pendidikan dibentuk pada tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
(2) Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota.
(3) Dewan pendidikan tidak mempunyai hubungan hirarkhis antara dewan tingkat nasional, provinsi maupun tingkat kabupaten/ kota, maupun dengan lembaga pemerintahan.
(4) Dewan Pendidikan dapat mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis, kepala satuan pendidikan, dan/atau pihak-pihak yang dibutuhkan dalam rangka mengupayakan peningkatan mutu layanan pendidikan.
(5) Dewan pendidikan tingkat Nasional bertanggungjawab kepada Presiden, dewan pendidikan tingkat Provinsi bertanggungjawab kepada Gubernur, dan dewan pendidikan tingkat kabupaten/kota bertanggungjawab kepada Bupat/Walikota.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 14
(1) Keanggotaan Dewan Pendidikan berasal dari pakar pendidikan, praktisi pendidikan, tokoh masyarakat, pengusaha, organisasi profesi dan organisasi sosial kemasyarakatan yang peduli pendidikan.
(2) Anggota dewan Pendidikan tidak boleh merangkap sebagai, pejabat struktural dalam pemerintahan atau fungsionaris partai politik.
(3) Masa jabatan keanggotaan Dewan Pendidikan adalah 5 tahun dan dapat dipilih kembali satu kali masa jabatan.
(4) Anggota dewan pendidikan dapat diberhentikan sewaktu-waktu karena:
a.     melakukan perbuatan pidana kejahatan;
b.     melanggar ketentuan anggaran dasar.
(5) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam anggaran dasar dewan pendidikan.
Bagian Ketiga
Persyaratan Anggota
Pasal 15
(1) Persyaratan untuk menjadi anggota dewan pendidikan adalah anggota masyarakat yang mempunyai pengalaman, komitmen dan tanggungjawab dalam meningkatkan pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pada penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, atau kabupaten/kota.
(2) Anggota dewan pendidikan berasal dari perseorangan atau perwakilan organisasi.
Bagian Keempat
Struktur Organisasi dan Kepengurusan
Pasal 16
(1) Organisasi dan kepengurusan Dewan Pendidikan Nasional ditetapkan oleh Presiden, Dewan Pendidikan Provinsi ditetapkan oleh Gubernur, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
(2) Susunan kepengurusan Dewan Pendidikan sekurang-kurangnya terdiri atas Ketua Dewan, Sekretaris, Bendahara, dan Ketua-Ketua Komisi.
(3) Anggota Dewan Pendidikan Nasional berjumlah maksimal 23 orang, Dewan Pendidikan Provinsi maksimal 17 orang, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota maksimal 13 orang.
(4) Pembentukan komisi-komisi pendidikan sesuai dengan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya, dewan pendidikan membentuk sekretariat dan dapat mengikutsertakan tenaga ahli untuk membantu kegiatan komisi-komisi pendidikan.
Bagian Kelima
Mekanisme Pemilihan
Pasal 17
(1) Pemilihan kepengurusan dan keanggotaan Dewan Pendidikan dilakukan secara bebas dan terbuka.
(2) Pemilihan anggota Dewan Pendidikan diselenggarakan oleh Panitia yang dibentuk oleh Menteri untuk tingkat nasional, Gubernur untuk tingkat provinsi, dan Bupati/Walikota untuk tingkat kabupaten/kota.
(3) Panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan bersifat independen yang diketuai oleh pakar pendidikan terdiri atas:
a.     7 orang untuk tingkat nasional dengan komposisi 3 pakar pendidikan, 2 tokoh masyarakat, 1 wakil Departemen Pendidikan Nasional (eksekutif) dan 1 wakil Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (legislatif).
b.     5 orang untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan komposisi 1 pakar pendidikan, 2 tokoh masyarakat, 1 wakil Dinas Pendidikan (eksekutif), dan 1 wakil Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif).
Pasal 18
(1) Panitia Pemilihan Nasional melaporkan hasil pemilihan kepada Menteri, Panitia Pemilihan Provinsi melaporkan hasil pemilihan kepada Gubernur, dan Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota menyampaikan hasil pemilihan kepada Bupati/Walikota.
(2) Kepengurusan Dewan Pendidikan dipilih oleh anggota Dewan Pendidikan masing-masing.
(3) Proses pemilihan anggota dan kepengurusan Dewan Pendidikan diinformasikan secara luas kepada masyarakat oleh panitia.
(4) Setelah terbentuk kepengurusan, Dewan Pendidikan wajib menyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
(5) Anggaran dasar seperti yang tersebut dalam ayat (4) memuat antara lain tentang perencanaan, evaluasi program pendidikan, pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
(6) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5) tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pendanaan
Pasal 19
(1) Pendanaan Dewan Pendidikan berasal dari sumber dana yang tidak mengikat.
(2) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bersama pengurus Dewan Pendidikan dan masyarakat mengusahakan pencarian sumber dana bagi Dewan Pendidikan.
BAB V
KOMITE SEKOLAH/ MADRASAH
Bagian Kesatu
Fungsi dan Sifat
Pasal 20
(1) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis adalah mitra satuan pendidikan yang bekerja secara mandiri dan independen.
(2) Fungsi minimal komite sekolah/madrasah adalah:
a.     memberikan pertimbangan kepada satuan pendidikan dalam pengelolaan pendidikan;
b.     memberikan dukungan sumber daya pendidikan kepada satuan pendidikan;
c.     mengawasi penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan; dan
d.     menjadi mediator konflik yang melibatkan satuan pendidikan.
(3) Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
(4) Anggaran dasar seperti yang tersebut dalam ayat (3) memuat antara lain tentang perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan, pertimbangan, arahan,dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
(5) Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis tidak mempunyai hubungan hirarkhis dengan Dewan Pendidikan maupun dengan lembaga pemerintahan.
(6) Komite Sekolah/Madrasah dapat mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan Dewan Pendidikan, kepala satuan pendidikan atau pihak-pihak yang dibutuhkan dalam rangka mengupayakan peningkatan mutu layanan pendidikan.
(7) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis menyampaikan laporan akhir masa jabatan kepada wali peserta didik, kepala satuan pendidikan, dan/atau pihak-pihak yang terkait.
(8) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis dibentuk di satuan pendidikan atau gabungan satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah atau pada pendidikan nonformal.
(9) Pembentukan Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis pada satu atau gabungan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila satu atau gabungan satuan pendidikan tersebut memiliki sekurang-kurangnya 1500 peserta didik.
Pasal 21
(1) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis bersifat peka memperhatikan keluhan, saran dan kritik, serta menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam upaya meningkatkan mutu layanan pendidikan.
(2) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis menyelenggarakan pertemuan dengan masyarakat dalam rangka memperhatikan aspirasi masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun.
(3) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis berperan memberikan pertimbangan dan arahan dukungan tenaga, sarana dan prasarana kepada penyelenggara satuan pendidikan, kepala satuan pendidikan, atau pihak-pihak yang relevan dalam proses perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi hasil pendidikan, dan pengawasan pendidikan di tingkat sekolah.
(4) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis sebagai perwakilan masyarakat menilai pertanggungjawaban kepala satuan pendidikan.
(5) Untuk keperluan pertanggungjawaban sebagaiamana dimaksud pada ayat (4) di bidang keuangan, Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis dapat menunjuk akuntan publik.
(6) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis dan anggotanya tidak mengintervensi seleksi calon peserta didik dan proses pembelajaran, serta tidak membebani atau mengambil keuntungan dari satuan pendidikan.
(7) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan satuan pendidikan nasional yang bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan lokal sesuai kewenangannya.
(8) Tata cara peranserta Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis dalam evaluasi dan pengawasan diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar Komite Sekolah/Madrasah.
(9) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Dewan Pendidikan dapat menyebarluaskan hasil pengawasan secara terbuka sebagai bentuk akuntabilitas publik.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 22
(1) Komite Sekolah/Madrasah sekurang-kurangnya terdiri dari anggota masyarakat yang mewakili orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, praktisi pendidikan, dan pendidik, yang memiliki wawasan, kepedulian dan komitmen terhadap peningkatan mutu pendidikan.
(2) Masa bakti anggota Komite Sekolah/Madrasah adalah 4 (empat) tahun.
(3) Keanggotaan Komite Sekolah/Madrasah maksimal 2 (dua) masa bakti.
(4) Anggota Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis tidak boleh merangkap sebagai pejabat kepala satuan pendidikan, pejabat struktural dalam pemerintahan, atau fungsionaris partai politik,
(5) Anggota Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis dapat diberhentikan sewaktu-waktu karena:
a.     melakukan perbuatan pidana kejahatan;
b.     melanggar ketentuan anggaran dasar.
(6) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dalam anggaran dasar.
Bagian Ketiga
Persyaratan Anggota
Pasal 23
(1) Persyaratan untuk menjadi anggota Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis adalah anggota masyarakat yang mempunyai pengalaman, komitmen, dan tanggungjawab dalam meningkatkan pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pada penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
(2) Anggota Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis berasal dari perseorangan atau perwakilan organisasi.
Bagian Keempat
Struktur Organisasi dan Kepengurusan
Pasal 24
(1) Organisasi dan kepengurusan Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis dikukuhkan oleh Bupati/Walikota.
(2) Susunan kepengurusan Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis sekurang-kurangnya terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota.
(3) Jumlah anggota Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis disesuaikan dengan kebutuhan.
(4) Masa jabatan kepengurusan Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis adalah 4 tahun dan dapat dipilih kembali.
(5) Masa kepengurusan Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (34) dapat berakhir sebelum 4 tahun dan dapat diangkat pengurus pengganti.
Bagian Kelima
Mekanisme Pemilihan
Pasal 25
(1) Pemilihan kepengurusan dan keanggotaan Komite Sekolah/Madrasah dilakukan secara bebas dan terbuka.
(2) Pemilihan anggota Komite Sekolah/Madrasah diselenggarakan oleh panitia yang dibentuk oleh kepala satuan pendidikan dan orang tua/wali peserta didik.
(3) Panitia pemilihan anggota Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis bersifat independen yang terdiri atas 5 orang yaitu 2 unsur pendidik (guru), 2 unsur orangtua/wali peserta didik (masyarakat), dan 1 unsur Pemerintah Daerah, dan diketuai oleh unsur masyarakat.
(4) Pemilihan kepengurusan Komite Sekolah/Madrasah dipilih oleh anggota Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis masing-masing.
(5) Panitia menyampaikan nama anggota dan susunan kepengurusan Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis hasil pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) kepada Bupati/Walikota untuk dikukuhkan.
(6) Proses pemilihan dari awal sampai terbentuknya anggota Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis diinformasikan kepada masyarakat oleh panitia.
Pendanaan
Pasal 26
(1) Pendanaan operasional Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis berasal dari sumber yang tidak mengikat.
(2) Pemerintah Daerah bersama pengurus Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis dan masyarakat mengusahakan pencarian sumber dana bagi Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
Semua peraturan yang merupakan peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat Dalam Pendidikan Nasional yang sudah ada pada saat diundangkannya Peraturan Pemerintah ini masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dan/atau diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
(1) Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Repulik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal ...................... 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

(ttd)

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal ........................ 2005
Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia

(ttd)

Hamid Awaludin

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR .. TAHUN 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar