Jumat, 22 Oktober 2010

Intensifikasi penyusunan soal tes buatan guru


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Penilaian seringkali melibatkan pengukuran dan suatu pengukuran biasanya melibatkan penilaian. Dalam proses penilaian hasil belajar,  pengukuran memiliki peranan yang sangat penting, yakni untuk mendapatkan data dan informasi yang sesuai dengan tujuan penilaian yang bersangkutan. Pengukuran bersifat kuantitatif, hal itu seperti yang dinyatakan Tuckman (dalam Nurgiyantoro, 2001: 5) bahwa pengukuran hanyalah bagian atau alat penilaian saja dan selalu berhubungan dengan data-data kuantitatif, misalnya berupa skor-skor siswa. Dengan demikian, pengukuran dengan sifatnya yang objektif dapat mendukung objektivitas suatu proses penilaian hasil belajar.
Untuk memperoleh data dan informasi hasil belajar melalui pengukuran yakni dengan tes. Menurut Mudjito (1995:27), kedudukan tes dalam proses penilaian hasil belajar adalah salah satu teknik penilaian yang termasuk ke dalam pengukuran.
Brown, F.G., (dalam Mudjito, 1995:28) mengatakan bahwa suatu tes dapat didefinisikan sebagai prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu sampel dari suatu perilaku individu. Batasan tersebut mengandung dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam memahami makna tes. Pertama, suatu tes harus disusun, dilaksanakan, atau diadministrasikan dan diolah berdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan. Kedua, bahwa tes itu hanya mengukur suatu sampel dari suatu perilaku individu yang dites. Tes tidak akan mengukur seluruh populasi perilaku yang hendak diukur, melainkan terbatas pada butir-butir soal tes yang bersangkutan.
            Berkebalikan dengan pengertian  di atas, guru mata pelajaran di SMP Negeri 1 Teluk Pandan, cenderung berfikir praktis dengan menyusun soal tanpa melalui prosedur yang benar. Cara praktis itu misalnya (1) dengan cara langsung menyusun butir soal sekehendak hatinya tanpa memerhatikan kurikulum (SKL, SK, dan KD) di setiap jenjang semester; (2) Langsung melihat soal-soal yang ada pada buku teks atau LKS yang dimiliki oleh guru tanpa memerhatikan kurikulum; (3) menjiplak soal tes yang ada pada buku kumpulan soal-soal tanpa memerhatikan kurikulum  yang hendak diujikan. Hal itu terpola menjadi kebiasaan yang berlarut-larut dan menjadi masalah klasik penilaian di sekolah. Kecenderungan kepraktisan tersebut mirip seperti yang dikatakan Mulyasa, (2005: 42), bahwa salah satu dari tujuh kesalahan yang sering dilakukan oleh guru dalam pembelajaran, yakni mengambil jalan pintas dalam pembelajaran.
            Akibat dari kecenderungan guru dalam melaksanakan pengukuran di atas antara lain: (1) sebaran butir soal tidak merata untuk setiap kompetensi dasar (KD) yang telah ditetapkan dalam silabus. Butir soal menumpuk pada KD tertentu saja sementara ada KD yang tidak diujikan bahkan KD yang memiliki keluasan materi justru tidak diujikan. (2) siswa terpola secara sistemik hanya mengerjakan soal pada KD tertentu saja, sementara KD yang lainya tidak pernah dilalui bagaimana bentuk tesnya, hal itu terjadi berulang-ulang, (3) siswa sulit memahami dan mengerjakan soal tes standar yang dibuat oleh penyusun soal yang berbentuk tes standar. Misalnya  soal yang disusun oleh MGMP mata pelajaran dan soal yang disusun oleh tim penyusun soal Ujian Nasional (UN). Dengan demikian, perolehan nilai ujian sumatif ataupun nilai UN akan semakin menurun.
            Guru mata pelajaran beranggapan bahwa penyusunan tes melalui prosedur standar sangat merepotkan atau menyita waktu. Jika penyusunan soal tes melalui prosedural setidaknya ada beberapa tahap yang harus dilalui, yakni: (1) penentuan tujuan tes, (2) Penyusunan blue print ( Kisi-kisi soal), (3) Penelaahan soal (validasi soal) (4) Perakitan soal menjadi perangkat tes, (5) Uji coba soal termasuk analisisnya, (6) Bank soal, (7) Penyajian tes, (8) Skoring,
            Sebenarnya sebagian besar guru memiliki pengetahuan untuk menyusun soal tes yang benar, tetapi karena tidak pernah diterapkan sehingga mengakibatkan ketiadaan kesadaran melakukan sesuatu dengan benar. Kecenderungan kinerja guru tersebut merupakan kecenderungan pada taraf kematangan moderat sampai tinggi. Guru-guru tersebut mempunyai kemampuan, tetapi kurang memiliki kemauan kerja dan kepercayaan, (Mulyasa: 2003 : 116). Sebagian kecil guru yang lainnya memang belum memiliki pengetahuan untuk menyusun soal tes dengan benar. Guru tersebut pada umumnya berlatar belakang pendidikan bukan keguruan tetapi ‘memaksakan’ diri  untuk menjadi guru. 
            Pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan kompetensi mata pelajaran sudah beberapa kali dilakukan, baik yang diprakarsai oleh pemerintahan kabupaten _dalam hal ini Dinas Pendidikan Kutai Timur maupun pemerintahan provinsi_dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur. Namun demikian, guru masih enggan menerapkan hasil pelatihan itu sebagai praktisi di sekolah. Guru masih enggan melakukan perubahan dengan melakukan itensifikasi.
            Sementara itu, tuntutan kelulusan UN yang ditetapkan oleh BSNP selalu meningkat dalam setiap tahunnya. Pada tahun pembelajaran 2008/2009 standar kelulusan UN, nilai rata-rata minimal 5,25 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya (BSNP:2008). Pada tahun pembelajaran 2009/2010, nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya, (BSNP:2009).
            Isu yang berkembang dewasa ini bahwa kegagalan UN disinyalisasi penyebabnya antara lain (1) ketidakmampuan guru dalam membelajarkan materi pembelajaran di kelas, (2) soal terlalu sulit dikerjakan oleh siswa bahkan oleh gurunya sendiri; guru mata pelajaran yang sama mengerjakan soal yang sama sesuai dengan bidangnya hasilnya berbeda dengan alasan soal multitafsir.        Soal UN selalu dalam bentuk tes standar sehingga guru harus terlatih dan berpengalaman menyusun soal tes standar yang mangacu pada bentuk tes standar UN. Jika guru menyusun soal tes mengacu pada jenis soal tes standar diharapkan anak terbiasa menghadapi dan menyelesaikan soal terstandar.
            Untuk mengatasi persoalan di atas perlu intensifikasi penyusunan soal tes, baik soal tes buatan guru dan atau soal tes standar di SMP Negeri 1 Teluk Pandan.

2.      Permasalahan
            Permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang di atas adalah:
Bagaimanakah implementasi pengukuran melalui intensifikasi penyusunan soal tes buatan guru yang mengacu tes terstandar di SMP Negeri 1 Teluk Pandan?
3.      Stategi Pemecahan Masalah
a.      Deskripsi Strategi Pemecahan Masalah yang Dipilih
Alternatif yang diterapkan memecahkan masalah melalui tahapan berikut ini, yakni melalui (1) koordinasi,  (2) restrukturisasi, (2) sosialisasi, (3) penguatan dan pelibatan diri.
Koordinasi dilaksanakan untuk  kesatuan tindakan atau kesatuan usaha, penyesuaian antarbagian, keseimbangan antarsatuan, keselarasan, dan sinkronisasi. Pengkoordinasian merupakan upaya untuk menyelaraskan satuan-satuan, pekerjaan-pekerjaan, dan orang-orang agar dapat bekerja secara tertib dan seirama menuju ke arah tercapainya tujuan tanpa terjadi kekacauan, penyimpangan, percekcokan, dan kekosongan kerja.
Restrukturisasi dilakukan untuk mengatasi kelemahan struktur kerja sebuah sistem berdasarkan koordinasi yang telah dilaksanakan. Jika ditemukan ada sistem yang tidak berfungsi maka perlu restrkturisasi.
Sosialisasi dilaksanakan agar para guru mata pelajaran memiliki pemahaman yang sama terhadap langkah-langkah prosedur kerja.
            Penguatan dan pelibatan diri. Penguatan dilaksanakan untuk memperkuat unjuk kerja. Penguatan itu dapat berbentuk penguatan pengetahuan teori. Penguatan itu untuk mengondisikan bahwa apa yang dikerjakan memiliki arah yang jelas. Pelibatan diri sebagai upaya meningkatkan hubungan komunikasi dengan guru mata pelajaran.

b.      Tahapan Operasional Pelaksanaan
Tahapan operasional pelaksanaan terdiri atas tahapan:
1)      Tahap Koordinasi
2)      Tahap Restrukturisasi
3)      Tahap Sosialisasi
4)      Tahap Penguatan dan Pelibatan Diri




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Alasan pemilihan Strategi pemecahan masalah
            Langkah awal yang dilakukan adalah koordinasi. Koordinasi dalam konteks ini adalah penyusunan soal tes buatan guru dan soal tes terstandar. Mulyasa, (2003 : 131), menyatakan bahwa koordinasi berkaitan dengan penempatan berbagai kegiatan yang berbeda-beda pada keharusan tertentu, sesuai aturan yang berlaku untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya melalui proses yang tidak membosankan.  Koordinasi lebih daripada sekadar kerja sama karena dalam koordinasi juga terkandung sinkronisasi. Dalam kerja sama ada upaya untuk menciptakan kerja sama.
            Lebih lanjut Mulyasa, (2003 : 132) menjelaskan, gagasan yang terkandung dalam koordinasi yaitu (1) kesatuan tindakan atau kesatuan usaha, penyesuaian antarbagian, keseimbangan antarsatuan, keselarasan, dan sinkronisasi. Pengkoordinasian merupakan upaya untuk menyelaraskan satuan-satuan, pekerjaan-pekerjaan, dan orang-orang agar dapat bekerja secara tertib dan seirama menuju ke arah tercapainya tujuan tanpa terjadi kekacauan (chaos), penyimpangan, percekcokan, dan kekosongan kerja (vaccum). Dengan demikian koordainasi dapat dimaknai sebagai suatu proses penyatupaduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan dari unit-unit untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.      
Restrukturisasi dilakukan untuk mengatasi kelemahan struktur kerja sebuah sistem berdasarkan koordinasi yang telah dilaksanakan. Restrukturisasi dilakukan dengan menambah unsur tim penyunting soal dalam kepanitiaan ujian. Tim tersebut merupakan upaya kontrol  terhadap hasil kinerja untuk menghindari/mengurangi penyimpangan.
            Langkah ketiga yakni sosialisasi . Sosialisasi dilaksanakan dalam penyusunan soal tes buatan guru dan soal tes terstandar melalui koordinator kurikulum dan kelompok mata pelajaran secara berkelanjutan. Sosialisasi merupakan proses belajar bagi pendidik untuk memahami dan menghayati sesuatu. Akar persoalan penyusunan soal tes dan solusinya perlu disosialisasikan agar para guru mata pelajaran memiliki pemahaman yang sama. Langkah-langkah prosedural penyusunan tes haruslah dipahami secara benar.
Langkah keempat adalah penguatan dan pelibatan diri. Penguatan dilaksanakan dalam penyusunan soal tes buatan guru dan soal tes terstandar melalui koordinator kurikulum dan kelompok mata pelajaran secara berkelanjutan. Penguatan merupakan proses, cara, perbuatan menguati atau menguatkan, (KBBI, 1998 : 534). Dari pengertian tersebut tersirat bahwa paham saja tidaklah cukup. Pemahaman perlu dilaksanakan dalam bentuk unjuk kerja. Dalam melaksanakan unjuk kerja penguatan diperlukan oleh guru mata pelajaran. Penguatan itu dapat berbentuk penguatan pengetahuan teori. Penguatan itu untuk mengondisikan bahwa apa yang dikerjakan memiliki arah yang jelas. Pelibatan diri merupakan hal penting untuk memelihara kebersamaan. Manajemen sekolah bersama-sama dengan guru meta pelajaran berperan di dalam proses penyusunan tes. Upaya itu merupakan upaya meningkatkan hubungan komunikasi dengan guru mata pelajaran. Di samping itu, pelibatan diri dapat menjadi ‘perintah’ yang efektif tanpa memberi perintah  langsung tetapi memberi teladan. Memerintah yang baik adalah memberi teladan.

2.      Hasil atau Dampak yang Dicapai dari Strategi yang Dipilih
Dampak yang dicapai dari strategi di atas adalah
-          Sebaran butir soal yang diujikan relatif sebanding dengan keluasan materi/KD yang dibelajarkan
-          Keluhan siswa terhadap materi uji yang tidak sesuai dengan apa yang dibelajarkan berkurang.
-          Siswa terbiasa menyelesaikan persoalan dalam butir soal secara sistematis dan lebih mudah memahami perintah/permintaan soal
-          Guru mata pelajaran mempunya dokumen bank soal yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan kembali dalam kesempatan dan tujuan yang lainnya.
-          Motivasi kerja dapat meningkat.
-          Inisiatif guru mata pelajaran tumbuh relatif baik

3.      Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih.
            Kendala yang dihadapi adalah kendala waktu. Pelaksanaan kegiatan penyusunan soal tes memang membutuhkan waktu yang relatif lama. Untuk mengatasi hal itu, dengan memberikan rentang waktu yang cukup untuk penyusunan soal tes buatan guru yang mengacu soal tes terstandar. Dengan waktu yang cukup, pelaksanaan kerja dapat dilakukan dengan cermat dan tidak ada kesan tergesa-gesa.

4.      Faktor-faktor pendudukung
Faktor-faktor pendukung antara lain:
-          Kemandirian fasilitas kerja sebagian besar telah dimiliki oleh guru mata pelajaran.
-          Ketersediaan referensi di sekolah.
-          Kesediaan dan kemauan untuk melakukan perubahan yang lebih baik.

5.      Alternatif Pengembangannya
Soal tes buatan guru dan soal terstandar sama-sama untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa mencapai tujuan setelah berlangsungnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Pada umumnya tes buatan guru tidak diujicobakan terlebih dahulu karena berbagai hal, baik yang menyangkut masalah waktu, kesempatan, biaya, tenaga, dan juga kemampuan untuk menganalisisnya.
Kegiatan analisis dan revisi butir soal tes pada umumnya jarang dilakukan. Oleh karena itu, soal tes buatan guru tidak diketahui secara pasti taraf keterpercayaannnya. Hal di atas  dapat diatasi jika guru mata pelajaran meningkatkan intensifikasi untuk memelajari dan menerapkan teknik  penyusunan dan pengolahan hasil penilaian yang tepat. Untuk tes buatan guru yang perlu diutamakan adalah adanya kesesuaian antara tujuan, deskripsi bahan, dan alat penilaian. Itu sebagai kriteria kelayakan/kesahihan isi.
Kegiatan Ujian (tengah semester/akhir semester) dapat dianggap sebagai uji coba alat tes. Hasil analisisnya dijadikan masukan untuk melakukan revisi. Dengan cara itu diharapkan soal buatan guru akan megacu pada soal tes terstandar.



























BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL

1.      Simpulan
            Intensifikasi penyusunan soal tes buatan guru yang mengacu soal tes terstandar pada SMP Negeri 1 teluk pandan sebagai implementasi pengukuran dapat mengatasi persoalan-persoalan dalam pelaksanaan evaluasi. Dampak positif yang dicapai adalah (1) Sebaran butir soal yang diujikan relatif sebanding dengan keluasan materi/KD yang dibelajarkan, (2) Keluhan siswa terhadap materi uji yang tidak sesuai dengan apa yang dibelajarkan berkurang, (3) Siswa terbiasa menyelesaikan persoalan dalam butir soal secara sistematis dan lebih mudah memahami perintah/permintaan soal, (4) Guru mata pelajaran mempunyai dokumen bank soal yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan kembali dalam kesempatan dan tujuan yang lainnya, (5) Motivasi kerja dapat meningkat, dan (6) Inisiatif guru mata pelajaran tumbuh relatif baik.

2.      Rekomendasi Operasional
            Rekomendasi operasional yang dapat dijadikan masukan bahwa implementasi pengukuran melalui intensifikasi penyusunan soal tes buatan guru yang mengacu soal tes terstandar dilaksanakan melalui tahapan operasional kerja yang sistematis. Tahapan itu terdisi atas (1) koordinasi,  (2) restrukturisasi, (2) sosialisasi, (3) penguatan dan pelibatan diri.







DAFTAR RUJUKAN
BSNP. 2008. Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Nasional SMP, MTS,             SMPLB, SMALB, dan SMK Tahun pelajaran 2008/2009. Jakarta
BSNP. 2009. Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Nasional SMP, MTS,             SMPLB, SMALB, dan SMK Tahun pelajaran 2009/2010. Jakarta
Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka.
Direktorat PSMP, 2010. Panduan Penulisan Butir Soal (Materi Bimbingan Teknis KTSP dan Soal Terstandar 2010). Jakarta
Mulyasa, E. 2003. Manajemen Bebasis Sekolah. Bandung: PT Remaja        Rosdakarya
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa Indonesia. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar